REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI menyepakati penerbitan surat berharga negara (SBN) oleh pemerintah dan pembelian SBN dari pasar sekunder oleh BI pada 2025. Hal itu akan dilakukan melalui mekanisme pertukaran SBN secara bilateral (bilateral debt switch).
Keputusan itu berdasarkan hasil rapat koordinasi tahunan tentang rencana penerbitan SBN dan operasi moneter tahun 2025 pada Jumat (27/12/2024). Hasil itu disebut menyinergikan kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Data menunjukkan, defisit ABPN 2025 mencapai 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sebesar Rp 616 triliun. Pembiayaan defisit APBN 2025 akan dipenuhi melalui pembiayaan utang yang secara neto sebesar Rp 775,8 triliun dan pembiayaan non utang yang secara neto sebesar minus Rp 159,7 triliun.
Pembiayaan utang tersebut akan dilakukan melalui penerbitan global bond, penarikan pinjaman luar negeri dan dalam negeri, serta penerbitan SBN di pasar domestik.
“Strategi penerbitan SBN baik dari sisi besaran, jadwal penerbitan, tenor, instrumen, maupun metode penerbitan termasuk melalui transaksi bilateral (bilateral buyback/debt switch) dan penawaran umum, dilakukan secara terukur, antisipatif dan fleksibel,” bunyi keterangan resmi BI dan Kemenkeu, Jumat (27/12/2024).
Dijelaskan mekanisme debt switch tersebut dilakukan dengan pertukaran antara SBN yang jatuh tempo dan SBN reguler, yang dapat diperdagangkan di pasar (tradeable) dengan menggunakan harga pasar yang berlaku sesuai mekanisme pasar. SBN pengganti adalah SBN dengan tenor yang lebih panjang sesuai dengan kebutuhan operasi moneter BI dan kesinambungan fiskal pemerintah.
“Mekanisme pertukaran SBN secara bilateral antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia telah dilakukan sebelumnya, termasuk pada tahun 2021 dan 2022,” lanjutnya.
BI menyatakan, mengarahkan kebijakan moneter pada 2025 untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam target 2,5±1 persen serta terjaganya nilai tukar mata uang rupiah. BI menyebut terus mencermati pergerakan nilai tukar rupiah, prospek inflasi, dan dinamika kondisi ekonomi yang berkembang dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga kebijakan lanjutan.
Rencana operasi moneter tahun 2025 dimaksudkan untuk menjaga kecukupan likuiditas secara terukur sesuai dengan arah kebijakan moneter tersebut, dengan mempertimbangkan kebutuhan likuiditas karena kenaikan uang primer dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Lantas, disepakatilah langkah BI untuk melakukan pembelian SBN dari pasar sekunder pada tahun depan.
“Pembelian SBN dari pasar sekunder ini telah memperhitungkan kebutuhan permintaan likuiditas karena kenaikan uang primer, baik dalam bentuk uang kartal, rekening giro bank di Bank Indonesia, maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang dipegang oleh penduduk bukan bank,” jelasnya.
Dari sisi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan likuiditas, jumlah pembelian SBN dari pasar sekunder oleh BI tersebut juga mempertimbangkan perubahan likuiditas karena lalu lintas devisa dan operasi keuangan Pemerintah, kenaikan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM), operasi moneter rupiah dan valuta asing, serta SBN milik BI yang akan jatuh tempo selama tahun 2025.
“Operasi moneter pro-market Bank Indonesia juga akan terus dioptimalkan melalui instrumen moneter SRBI dengan menjadikan SBN sebagai underlying asset,” terangnya.