REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Sentral Eropa (ECB) kembali menurunkan suku bunga untuk keempat kalinya pada tahun ini dan membuka kemungkinan penurunan lebih lanjut pada 2025. Keputusan ini diambil seiring dengan penurunan pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh ketidakstabilan politik di Eropa dan risiko perang dagang baru dengan Amerika Serikat (AS).
ECB telah melakukan pelonggaran kebijakan secara cepat sepanjang tahun ini, mengingat kekhawatiran terhadap inflasi sudah mereda. Kini, fokus utama beralih pada apakah ECB cukup cepat menurunkan suku bunga untuk mendukung perekonomian yang stagnan, yang tertinggal dari negara-negara besar lainnya.
Proyeksi ECB menunjukkan inflasi diperkirakan akan kembali mencapai target 2 persen pada awal 2025, sementara pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap lesu. Sebagai respon, ECB menurunkan suku bunga simpanannya menjadi 3 persen dari sebelumnya 3,25 persen, sesuai dengan ekspektasi pasar. Selain itu, ECB juga mengubah panduannya, yang kemungkinan akan dipahami sebagai petunjuk untuk penurunan suku bunga lebih lanjut.
Menurut ECB, sebagian besar ukuran inflasi dasar menunjukkan bahwa inflasi akan stabil pada sekitar target 2 persen dalam jangka menengah. ECB juga menghapus janji sebelumnya untuk mempertahankan kebijakan "cukup ketat," yang kini mengindikasikan kemungkinan pengaturan kebijakan yang lebih netral, di mana kebijakan tersebut tidak terlalu merangsang ataupun memperlambat pertumbuhan.
Meskipun demikian, sinyal ECB terkait kebijakan netral ini lebih lemah dari yang diperkirakan banyak ekonom, mengingat inflasi domestik yang masih tinggi. Sebagian besar pembuat kebijakan ECB mendefinisikan "netral" sebagai kisaran antara 2 persen hingga 2,5 persen, yang mengindikasikan bahwa penurunan suku bunga lebih lanjut kemungkinan akan terjadi sebelum ECB mencapai angka tersebut.
Namun, ECB menegaskan mereka tidak berkomitmen pada jalur kebijakan tertentu dan akan mempertahankan fleksibilitas kebijakan. "Dewan gubernur tidak berkomitmen pada jalur suku bunga tertentu," ujar ECB dikutip dari The Guardian, Sabtu (14/12/2024).
Sementara itu, meskipun banyak ekonom memprediksi langkah ECB ini, beberapa di antaranya menyadari bahwa penurunan yang lebih besar juga seharusnya bisa dipertimbangkan, mengingat prospek pertumbuhan yang memburuk dan inflasi yang cepat mereda.
Hal ini menjadi alasan utama mengapa Bank Nasional Swiss (SNB) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan lebih besar dari yang diperkirakan, yaitu sebesar 50 basis poin, sehingga suku bunga acuan Swiss menjadi hanya 0,5 persen.
SNB juga mengungkapkan, ketegangan geopolitik, termasuk kebijakan dagang AS, dapat menyebabkan pertumbuhan yang lebih lemah, sementara Eropa juga menghadapi ketidakpastian politik. Meskipun tidak ada pembuat kebijakan ECB yang secara eksplisit mendukung pemotongan suku bunga sebesar 50 basis poin menjelang pertemuan tersebut, beberapa pihak mencatat bahwa risiko penurunan pertumbuhan dan inflasi semakin meningkat. Proyeksi ekonomi dari ECB juga menunjukkan pertumbuhan akan lebih rendah dari ekspektasi yang sudah lemah, dan pemulihan ekonomi akan terjadi secara dangkal dan tertunda.
Ketidakpastian politik semakin menambah beban prospek ekonomi, dengan Jerman yang menghadapi pemilu lebih awal, Prancis yang kesulitan membentuk pemerintahan yang stabil, dan ancaman tarif dari presiden AS yang baru terpilih, Donald Trump. Akibatnya, prospek ekonomi Eropa saat ini didominasi oleh risiko penurunan.
Dian Fath Risalah