REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani menekankan urgensi meningkatkan produktivitas, seiring dengan kenaikan rata-rata upah minimum regional (UMR) sebesar 6,5 persen pada 2025.
“Saya sering menyampaikan, buat para pengusaha dan investor baik dalam maupun luar negeri, itu adalah lebih masalah produktivitas. Memang bukan rezimnya lagi biaya UMR murah, tapi adalah harus berbanding lurus dengan produktivitas yang juga meningkat, itu justru yang paling penting,” kata Rosan kepada wartawan usai menghadiri acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI), dikutip Ahad (1/12/2024).
Rosan menyebut, bisa jadi dengan peningkatan produktivitas, pengupahan terhadap sumber daya manusia (SDM) atau pekerja juga akan menjadi lebih efektif nantinya.
“Jadi kuncinya justru bagaimana produktivitas ini juga berjalan meningkat dengan kenaikan upah yang berjalan,” tuturnya.
Lebih lanjut, mengenai dampak kenaikan UMR terhadap investasi, Rosan menilai hal itu tidak akan berdampak buruk bagi iklim investasi pada tahun depan. Sebab, ia kembali menekankan perlunya upaya meningkatkan produktivitas.
Mantan Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) tersebut mencontohkan, banyak perusahaan asing masuk ke Indonesia, terutama yang bergerak di sektor manufaktur kerap kali memiliki jangka waktu pada saat berinvestasi. Misalnya, disepakati pembangunan pabrik selama dua tahun, selama itu pula pemerintah akan menyiapkan SDM-SDM yang unggul.
“Saya meyakini sih tidak (pengaruh negatif UMR terhadap investasi) karena produktivitas yang harus kita dorong dan tingkatkan,” ujarnya.
“Kita siapkan SDM sesuai dengan ekspektasi investor (yang membangun pabrik di Indonesia), sehingga pembayaran yang diterima tenaga kerja kita juga bukan hanya berstandar Indonesia, malah bisa berstandar internasional,” lanjutnya.