Rabu 20 Nov 2024 16:07 WIB

Guru Besar Ekonomi UI Ungkap Dampak Dinamika Global Terhadap Kelas Menengah Indonesia

Ia juga menyoroti peluang Indonesia untuk bergabung dengan kelompok BRICS.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Foto: Republika/Prayogi
Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Senin (14/10/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty, menyoroti dinamika global yang semakin kompleks, khususnya dampaknya terhadap ekonomi Indonesia dan kesejahteraan kelas menengah. Dalam Lokakarya Kader Muhammadiyah dengan tema "Prospek Perekonomian Indonesia 2025" di Jakarta, Rabu (20/11/2024), Telisa menjelaskan kebijakan global, seperti potensi kembalinya Donald Trump, serta inisiatif BRICS, menjadi faktor yang harus dicermati.  

“Donald Trump ini bisa menjadi game changer bagi perekonomian kita, baik dari sisi positif maupun negatif. Kebijakannya yang cenderung pro-fossil fuel akan mendukung harga minyak yang lebih tinggi. Di sisi lain, kebijakan pro-perang yang mendorong investasi global juga dapat memperkuat dolar AS, yang artinya rupiah kita bisa melemah, bahkan mungkin mencapai Rp 16.000 per dolar,” papar Telisa.

Baca Juga

Ia juga menyoroti peluang Indonesia untuk bergabung dengan kelompok negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan). Dengan masuk ke dalam BRICS, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada dolar AS melalui sistem baru, seperti BRICS New Development Bank.

"Namun, kita juga perlu waspada dengan pandangan internasional yang mengaitkan Indonesia ke blok tertentu, karena posisi kita sebagai negara non-blok memberikan fleksibilitas untuk menjalin hubungan dengan berbagai pihak,” tambahnya.  

Lebih lanjut ia menggarisbawahi kelas menengah Indonesia yang sangat rentan terhadap perubahan kebijakan global. Ketika rupiah melemah akibat penguatan dolar, maka harga barang impor akan naik, terutama barang kebutuhan pokok yang banyak dikonsumsi kelas menengah.

"Dampak ini akan semakin terasa jika rencana kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen benar-benar diterapkan,” jelasnya.  

Namun, lanjut Telisa, kabar baiknya pemerintah telah memproyeksikan kenaikan upah minimum sebesar 3-5 persen pada 2024. Menurutnya, kenaikan ini penting, meskipun masih di bawah rata-rata kenaikan upah sebelumnya yang bisa mencapai 10 persen.

"Hal ini perlu diimbangi dengan kebijakan lain untuk melindungi daya beli masyarakat,” katanya.  

Selanjutnya, terdapat peluang besar dalam pengembangan ekonomi hijau dan digital sebagai jalan keluar untuk memperkuat ekonomi domestik. Telisa menyoroti undustri digital dan ekonomi hijau memberikan peluang besar bagi kelas menengah, baik untuk berwirausaha maupun untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih berkualitas.Ia juga menekankan pentingnya peningkatan kontribusi sektor industri terhadap PDB.

"Saat ini kontribusi sektor industri kita baru sekitar 18 persen. Jika ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi 5-8 persen pada 2025-2027, sektor industri harus menjadi motor utama,” tambahnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement