REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S Damanhuri mengungkapkan persoalan kebocoran APBN saat ini telah mencapai hingga 40 persen. Ia mewanti-wanti agar pemerintahan Kabinet Merah Putih yang dinakhodai Prabowo Subianto bisa efektif dalam pemanfaatan anggaran ke depan.
“Masalah krusial di ekonomi sendiri adalah APBN kita ruang manuvernya sudah sangat terbatas. Oleh karena itu, harus sangat kreatif, dan menghindari kebocoran yang menurut riset kami sekarang, bukan lagi 30 persen rata-rata, tetapi sudah sekitar 40 persen kebocoran APBN,” ungkap Didin dalam diskusi Indef bertajuk ‘Ekonomi Politik Kabinet Prabowo-Gibran’ yang digelar secara daring pada Selasa (22/10/2024).
Dengan begitu, jika merujuk pada angka APBN 2024 sebesar Rp 2.802,3 triliun, maka jumlah kebocoran anggaran bisa mencapai hingga lebih dari Rp 1.100 triliun. Didin menekankan bahwa itu persoalan genting yang mesti diperhatikan oleh Prabowo-Gibran dalam kepemimpinannya lima tahun ke depan.
Terlebih, ia menyebutkan banyak tanggungan yang mesti ditangani oleh Prabowo. Seperti utang luar negeri (ULN) pemerintah yang angkanya sudah mencapai hingga Rp 8.500 triliun. Ditambah kondisi daya masyarakat bawah menurun, bahkan jumlah kalangan kelas menengah anjlok hampir 10 juta dalam lima tahun terakhir. Selain itu juga persoalan deindustrialisasi, yang saat ini tinggal 18 persen saham industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB).
“Saya kira ini tantangan berat yang dihadapi Presiden Prabowo dengan diterjemahkan oleh kabinet sekarang yang gemuk,” ujar Didin.
Lebih lanjut, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menyoroti kondisi Kabinet Merah Putih yang gemoy. Menurutnya, itu bisa saja menjadi langkah yang tepat bagi Prabowo untuk memaksimalkan potensi yang ada melalui banyaknya sumber daya manusia (SDM) yang menjadi pembantunya dalam mewujudkan visi dan misinya selama menjadi RI1.
Setidaknya, Didin mengungkapkan Prabowo memiliki tujuan yang lebih jelas, tercermin dari isi pidatonya yang lebih menekankan pada aspek fundamental, seperti ingin menurunkan korupsi secara signifikan, menekan angka kemiskinan, mencapai swasembada pangan pada empat atau lima tahun ke depan, menciptakan swasembada energi, serta melakukan hilirisasi yang lebih luas. Itu pendekatan yang berbeda daripada pemerintahan sebelumnya yang lebih menekankan pada kebutuhan infrastruktur, yang secara sistem memakan anggaran jumbo.
“Kalau kabinet gemuk ini adalah sebagai terjemahan untuk mewujudkan pernyataan fundamental dalam pidatonya, dari sisi dia sebagai orang militer, banyaknya menteri dan wakil menteri dengan sistem komando yang jelas ya bisa saja ini efektif,” tutur Didin.