Jumat 11 Oct 2024 19:44 WIB

Ini Potensi dan Tantangan Besar Industri Nikel Indonesia yang Menanti Prabowo Subianto

Laporan yang diterbitkan oleh China-Global South Project muncul di momen penting.

Proses pembakaran bijih nikel (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Jojon
Proses pembakaran bijih nikel (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah laporan terbaru mengungkapkan adanya tantangan besar dalam industri nikel Indonesia yang tengah berkembang pesat. Hal ini mengiringi persiapan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Sebagai negara pemilik cadangan nikel yang besar—komponen utama baterai kendaraan listrik—pemerintahan mendatang menghadapi tuntutan besar untuk mengatasi dampak degradasi lingkungan dan risiko geopolitik yang terkait dengan industri tersebut.

Baca Juga

Laporan yang diterbitkan oleh China-Global South Project (CGSP) muncul pada momen penting sebagaimana Indonesia menempatkan diri sebagai pemimpin dalam transisi energi global.

“Proses pembuatan riset ini penuh tantangan. Kami harus mengumpulkan sendiri data dari teman-teman organisasi masyarakat sipil dan laporan media,” kata Antonia Timmerman, editor Asia Tenggara CGSP dan peneliti utama proyek ini.

Diiringi oleh perangkat data interaktif yang menelusuri kegiatan pertambangan dan pengolahan nikel, investasi asing, serta dampak sosial dan lingkungan dari industri tersebut, laporan ini menyajikan pandangan komprehensif mengenai tantangan dan peluang yang dimiliki sektor tersebut.

Laporan dan perangkat data tersebut menekankan bahwa ledakan nikel di Indonesia dibangun dengan landasan yang masih harus dibenahi.

“Salah satu yang kami lakukan dalam proses riset ini adalah memantau laporan media lokal dan nasional seputar proyek nikel di Indonesia, dan kami menemukan bahwa sepertiga proyek nikel di Indonesia diduga atau dituduh melakukan korupsi dalam praktiknya,” ujar Antonia.

Kasus korupsi dan pertambangan ilegal berkaitan erat dengan kerusakan lingkungan.

“Sementara, sangat sulit untuk mengetahui pemegang saham sebenarnya dari banyak proyek nikel akibat struktur kepemilikan yang sengaja dibuat rumit atau tidak jelas. Sulit bagi masyarakat untuk meminta pertanggungjawaban jika ada proyek yang melanggar aturan. Hal ini sangat memprihatinkan, dan kami berharap presiden yang baru nanti dapat melakukan pembenahan di sektor nikel,” kata Antonia.

"Yang tidak kalah penting, kami menemukan bahwa janji hilirisasi atau downstreaming, yakni mimpi untuk memproses nikel mentah menjadi baterai kendaraan listrik," tambah Antonia.

“Kapasitas produksi baterai masih sangat rendah, dan jika lajunya dibiarkan sama seperti sekarang, kita tidak akan pernah bisa menjadi salah satu pemasok baterai utama di dunia. Kenyataannya, nikel kita sekarang sebagian besar masih dipakai untuk memproduksi stainless steel,” kata dia.

Sebelumnya, Pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka telah menyatakan komitmen untuk mendorong hilirisasi nikel berkelanjutan sebagai upaya mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen, karena Indonesia merupakan produsen terbesar sekaligus pemilik cadangan utama nikel dunia.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno mengungkapkan dari total 130 juta ton cadangan nikel dunia, sebanyak 55 juta ton atau setara 42 persennya tersimpan di Indonesia. Sementara, ekspor nikel pada 2023, Indonesia mendapat Rp106,59 triliun.

"Hilirisasi nikel secara berkelanjutan jadi salah satu fokus utama mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen. Tantangannya, bagaimana memastikan pemerintah Indonesia ke depannya melaksanakan hilirisasi nikel secara berkelanjutan," ucap Eddy, demikian dilansir dari Antara

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement