REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyampaikan buy now, pay later (BNPL) merupakan metode pembayaran alternatif yang memungkinkan konsumen membeli barang atau jasa dan membayarnya di kemudian hari. Huda mengatakan fenomena ini cukup masif terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
"Masyarakat kelas menengah tetap membutuhkan uang guna memenuhi kebutuhan mereka, termasuk kebutuhan yang sifatnya tersier leisure seperti gawai hingga pariwisata," ujar Huda saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (26/9/2024).
Huda mengatakan masyarakat kelas menengah menghabiskan pendapatan hanya untuk konsumsi primer. Hal ini yang membuat masyarakat kelas menengah mengambil pilihan BNPL guna memenuhi kebutuhan tersier leisure.
"Maka pemakaian BNPL meningkat dalam beberapa tahun terakhir," ucap Huda.
Selain mereka mengalihkan pendapatan ke sektor primer, Huda menyampaikan banyak masyarakat yang menggunakan BNPL untuk memenuhi kebutuhan primer. Hal ini imbas dari masifnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Terdapat sebagian masyarakat yang terkena PHK namun tetap harus memenuhi kebutuhan mereka. Lagi-lagi salah satu pembiayaan alternatif yang diambil adalah BNPL," sambung Huda.
Huda mengatakan fenomena BNPL memiliki dua sisi mata uang dari kacamata ekonomi. Huda menyampaikan konsumsi masyarakat dari utang sebenarnya tidak ada masalah selama memiliki kemampuan untuk membayar.
"Konsumsi menyumbang 50 persen dari PDB. Ketika konsumsi turun drastis, ya ekonomi juga melambat," lanjut Huda.
Persoalannya, lanjut Huda, banyak masyarakat yang memiliki kemampuan membayar di bawah dari keputusannya meminjam atau menggunakan metode pembayaran BNPL. Huda menyebut situasi tersebut tentu akan berdampak negatif bagi ekonomi Indonesia.
"Yang jadi persoalan itu kemampuan bayar mereka jauh lebih kecil dibandingkan dengan pinjaman yang mereka gunakan. Gagal bayar yang pada akhirnya berdampak negatif ke ekonomi dan juga industri BNPL," kata Huda.