REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inflasi Indonesia yang mencatat rekor terendah sepanjang sejarah di angka 1,57 persen pada 2024, diterjemahkan sebagai sinyal melemahnya daya beli masyarakat. Turunnya konsumsi rumah tangga, terutama di kalangan kelas menengah, menjadi sorotan para ekonom karena berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi.
Peneliti Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) Tira Mutiara menyatakan, lemahnya daya beli masyarakat terlihat dari stagnasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang selalu lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi sejak kuartal IV 2023.
“Pada kuartal IV 2023, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,46 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,04 persen. Tren ini berlanjut sepanjang 2024, dengan konsumsi rumah tangga hanya tumbuh di kisaran 4,91 persen (yoy),” ungkap Tira dalam keterangan, Jumat (3/1/2025).
Mirisnya, kelas menengah, yang selama ini menjadi pilar konsumsi domestik, menjadi kelompok paling terdampak. Survei konsumen Bank Indonesia menunjukkan penurunan signifikan pada Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) untuk kelompok dengan pengeluaran Rp 3,1 juta hingga Rp 5 juta.
“Kelompok dengan pengeluaran Rp 3,1 juta–Rp 4 juta mengalami penurunan IKK tertinggi sebesar 5,7 poin pada Oktober 2024. Penurunan ini mencerminkan lemahnya daya beli kelas menengah,” jelas Tira.
Melemahnya kelas menengah ini tak hanya berdampak pada konsumsi, tetapi juga berimbas pada pelambatan sektor usaha yang bergantung pada belanja domestik.
“Kelas menengah memiliki kecenderungan belanja lebih tinggi dari kelas atas, tetapi dengan pendapatan yang lebih stabil dibanding kelas bawah. Penurunan daya beli mereka menjadi ancaman serius bagi stabilitas ekonomi,” tambahnya.