Sabtu 07 Sep 2024 16:13 WIB

Aturan Dana Pensiun Tambahan Masih Digodok, OJK Tunggu PP Terkait  

Menurut ILO standar ideal manfaat pensiun adalah 40 persen.

Rep: Eva Rianti / Red: Gita Amanda
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa aturan mengenai dana pensiun tambahan yang bersifat wajib masih dalam proses penggodokan.
Foto: www.bamlawca.com
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa aturan mengenai dana pensiun tambahan yang bersifat wajib masih dalam proses penggodokan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa aturan mengenai dana pensiun tambahan yang bersifat wajib masih dalam proses penggodokan. Pihaknya saat ini tengah menunggu dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) mengenai hal tersebut.

“Kami dalam hal ini masih menunggu mengenai bentuk dari PP terkait dengan harmonisasi program pensiun,” kata Kepala Ekskutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam konferensi pers RDK Agustus 2024 yang digelar secara daring, Jumat (6/9/2024). 

Baca Juga

Ogi menjelaskan, aturan soal dana pensiun tambahan itu merupakan tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), terutama dalam Pasal 189. Beleid tersebut mengamanatkan penguatan untuk harmonisasi program pensiun sebagai upaya untuk meningkatkan perlindungan hari tua. 

Berdasarkan data yang ada, manfaat pensiun yang diterima oleh para pensiunan relatif kecil, yakni sekira 10-15 persen dari penghasilan terakhir pada saat aktif bekerja. Sedangkan, berkiblat pada Organisasi Ketenagakerjaan International/ International Labour Organization (ILO), standar ideal manfaat pensiun adalah 40 persen. 

Oleh sebab itu, Ogi mengatakan, sistem jaminan sosial nasional yang saat ini sudah ada, seperti jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan dan program pensiun PT Taspen dan PT Asabri nantinya akan diharmonisasikan. Adapun sifat dari program tersebut merupakan tambahan yang wajib dengan kriteria-kriteria tertentu yang akan diatur dalam PP. 

“Nah diamanatkan dalam UU P2SK ini, ketentuannya (PP) harus mendapatkan persetujuan dari DPR, jadi isu terkait ketentuan batasan mana yang dikenakan untuk pendapatan berapa yang kena wajib, itu belum ada karena PP belum diterbitkan,” terangnya. 

Lebih lanjut, Ogi menuturkan, OJK sendiri dalam hal itu berkapasitas sebagai pengawas, untuk melakukan harmonisasi program-program pensiun yang diamanatkan dalam UU P2SK. Dia menegaskan pihaknya masih menunggu bentuk dari PP soal harmonisasi program pensiun. 

“Jadi kami belum bisa bertindak lebih lanjut sebelum PP-nya diterbitkan,” tutupnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement