Rabu 04 Sep 2024 08:20 WIB

Indonesia Ajak Negara Berkembang Naik Kelas di Rantai Pasok Global

Ada lima area utama untuk meningkatkan partisipasi sektor bisnis negara berkembang.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (22/7/2021).
Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (22/7/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia Pahala Nugraha Mansury mengajak pelaku bisnis untuk berperan lebih aktif dalam membuka potensi ekonomi negara berkembang di Global South, serta mendorong ekonomi global yang lebih terintegrasi dan tangguh. Ia menegaskan, negara berkembang harus berperan tidak hanya sebagai produsen dan pengekspor bahan mentah, tetapi juga menjadi pemain penting dalam rantai pasokan dunia.

Hal ini ia sampaikan saat sesi paralel tematik “Redoubling Business Actors Participation in the Global Supply Chain” pada High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF MSP) 2024, Nusa Dua Bali. “Negara berkembang harus bergerak naik dalam rantai nilai global. Untuk mencapai potensi penuh ini, diperlukan integrasi ekonomi yang lebih baik dan akses pasar yang lebih luas,” kata Pahala dalam siaran pers, HLF MSP Selasa (3/9/2024).

Pahala menekankan lima area utama untuk meningkatkan partisipasi sektor bisnis negara berkembang. Pertama, integrasi ekonomi dan akses pasar. Langkah ini untuk memastikan rantai pasokan yang lebih tangguh dan memfasilitasi berbagi keahlian serta peluang perdagangan dan investasi antar negara berkembang.

Kedua, adalah kolaborasi lintas sektor, yaitu pelibatan sektor swasta, pemerintah, lembaga keuangan internasional, dan filantropi untuk memperkuat peran negara berkembang dalam ekonomi global. Ketiga, adalah akses teknologi dan pengetahuan, yaitu upaya untuk mengembangkan akses yang lebih luas ke teknologi dan mempromosikan pertukaran pengetahuan.

Keempat, mengatasi kesenjangan pembiayaan melalui adopsi skema pembiayaan yang inovatif. Kelima, mendorong diversifikasi portofolio perdagangan untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas tertentu.

“Dengan fokus pada lima area ini, kita bisa meningkatkan peran negara berkembang dalam rantai pasokan global, mengurangi fragmentasi ekonomi, dan mencapai pembangunan yang lebih berkelanjutan,” kata Pahala.

Ketua Kamar Dagang Indonesia Arsjad Rasjid, juga menggarisbawahi pentingnya diversifikasi portofolio perdagangan Indonesia. Arsjad menyatakan Indonesia harus meningkatkan keterlibatan sektor swasta, memahami keunggulan kompetitif, serta mengidentifikasi kelemahan komoditas dan pasar tertentu yang sesuai dengan tren masa depan.

“Indonesia perlu melihat industri UMKM dengan perspektif yang lebih luas dan belajar dari negara berkembang lain di mana UMKM lebih efektif dalam berkontribusi pada rantai nilai global,” kata Arsjad.

Arsjad juga menegaskan pentingnya mengatasi hambatan tarif dan non-tarif, serta mengejar perjanjian perdagangan baru dengan pasar non-tradisional. “Ini bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga tentang meningkatkan pemahaman dan koordinasi di antara para pemangku kepentingan,” jelasnya.

Diskusi ini juga menghadirkan panelis seperti Menteri Perdagangan dan Industri Republik Rwanda Prudence Sebahizi, Penasihat Utama di Economic Institute of ASEAN and East Asia (ERIA) Li Yan Ing, dan Wakil Direktur Global Alliance for Trade Facilitation Jose Raul Perales. Mereka menekankan perlunya kerja sama yang lebih erat antara negara berkembang untuk memperkuat posisi dalam rantai pasokan global dan mencapai pertumbuhan yang inklusif. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement