Selasa 20 Aug 2024 19:05 WIB

Saran Ekonom, Alihkan Dividen untuk Genjot Investasi BUMN

Investasi dari BUMN dapat berperan besar dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Ekonom sekaligus Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip.
Foto: Republika/Friska
Ekonom sekaligus Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom sekaligus Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip menyarankan pemerintah untuk tidak menarik dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sunarsip menyebut kewajiban dividen dapat menghambat laju investasi dari BUMN. 

"Makanya perlu ada kebijakan soal dividen sehingga enggak semua (dividen) nanti masuk ke negara," ujar Sunarsip saat forum group discussion (FGD) bertajuk "Kinerja BUMN, Realita atau Dongeng?" yang digelar di kantor Republika, Jakarta Selatan, Selasa (20/8/2024).

Baca Juga

Sunarsip menyebut peningkatan investasi dari BUMN dapat berperan besar dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi.  Hal ini, ucap Sunarsip, telah diterapkan pemerintah China sebelum 2000.

Kala itu, ucap Sunarsip, BUMN China tidak berkewajiban menyetor dividen kepada pemerintah. Tujuannya agar BUMN-BUMN China lebih agresif dalam melakukan investasi di dalam dan luar negeri. 

"Pada era itu, pertumbuhan ekonomi China melesat hingga pernah 14 persen. Baru pada 2007, ada aturan mengambil dividen dari BUMN China maksimal 20 persen," lanjut Sunarsip. 

Sunarsip mengatakan kebijakan menarik dividen bukan lantaran pemerintah China memerlukan uang, melainkan menahan laju investasi BUMN China yang sudah terlalu tinggi. Hal ini bertujuan menjaga inflasi agar tetap terkendali.  

"Jadi ada dividen tapi dibatasi maksimal 20 persen. Itu pun untuk BUMN-BUMN tertentu, sedangkan BUMN strategis seperti pertahanan tetap nol dividen, makanya industri pertahanan China bisa kuat," ucap Sunarsip. 

Sunarsip menyebut pola ini bisa saja menjadi opsi dalam pengelolaan BUMN di era Prabowo. Dengan model ini, lanjut Sunarsip, China berhasil menempatkan banyak perusahaan negara berada dalam 500 daftar perusahaan terbesar dunia versi Fortune. 

"Dulu Fortune 500 itu didominasi AS, sekarang sudah didominasi perusahaan China, itu karena komitmen pemerintah untuk penguatan korporasinya," kata Sunarsip. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement