REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri semen Indonesia dan Tiongkok melakukan kolaborasi pengelolaan waste heat recovery melalui program pertukaran yang difasilitasi oleh United Nations Industrial Development Organization (UNIDO). Industrial Development Officer UNIDO, Yunrui Zhou, mengatakan keberlangsungan industri semen sangat penting.
Oleh karenanya, UNIDO menfasilitasi kegiatan berbagi pengalaman antara industri semen Tiongkok dan Indonesia. “UNIDO mendukung terbentuknya industri semen Indonesia yang hemat energi dan ramah lingkungan, melalui kerja sama Selatan-Selatan dalam industri hemat energi dan dan ramah lingkungan (SAP 150240) kerja sama Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Tiongkok, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dan Asosiasi Semen Indonesia (ASI),” ujar Yunrui Zhou dalam pembukaan Exchange Programme on Waste Heat Recovery di Jakarta.
Yunrui menjelaskan Tiongkok memiliki industri semen yang unggul dan hemat bahan serta energi. Selama ini, sektor semen sangat boros bahan dan energi. Padahal jika panas buangan dapat diakumulasikan dan digunakan kembali dalam produksi berikutnya, biaya penanganan limbah dan energi untuk produksi semen akan berkurang.
Proses pemulihan limbah panas terdiri dari dua proses yakni pra-pemrosesan dan ko-pemrosesan. Pra-pemrosesan mengacu pada penyiapan limbah agar sesuai untuk ko-pemrosesan dalam tanur semen.
Limbah diubah dari bahan buangan yang tidak diinginkan menjadi sumber daya yang berguna, yang disebut AFR atau bahan bakar dan bahan baku alternatif, yang dikenal sebagai bahan bakar padat yang dipulihkan. Ko-pemrosesan mengacu pada penggunaan AFR dalam produksi semen.
Kondisi ini memungkinkan dapat digunakan untuk mengganti bahan bakar primer yang digunakan diantaranya batu bara, gas, dan petroleum coke. "Melalui program ini, kedua negara dapat berkolaborasi dan berbagi pengetahuan dan sumber daya,” kata Yunrui.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Andi Rizaldi, menyambut baik kolaborasi kedua negara. Menurut dia perlu kolaborasi antarnegara agar dapat menurunkan emisi pada sembilan sektor yang ada.
“Kita bisa bertukar pikiran dengan industri di Tiongkok. Apalagi industri semen di Tiongkok cukup maju yakni peringkat keenam. Kita bisa berkolaborasi dalam menurunkan limbah,” kata Andi.