REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT ASABRI (Persero) berencana mengajukan Penyertaan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 3,61 triliun untuk APBN 2025. Direktur Utama ASABRI, Wahyu Suparyono menjelaskan dasar permintaan PMN oleh BUMN tersebut. Intinya, itu untuk menyelesaikan sejumlah permasalahan. Lalu mendukung langkah-langkah strategis yang telah dan akan dilakukan.
Wahyu menggambarkan situasi saat ini. Pada 2023, ASABRI telah melakukan pembayaran program pensiun ke lebih dari 484 ribu peserta. Total pembayaran dana pensiun tersebut menyentuh angka Rp 17,2 triliun. Di tahun yang sama, ASABRI juga melakukan pembayaran klaim program THT, JKK, dan JKm sebesar Rp 1,7 triliun.
Terdapat beberapa permasalah yang tengah dihadapi. Pertama ekuitas negatif, diakibatkan karena penurunan nilai wajar aset investasi, rasio klaim dan kenaikan beban cadangan. Diperkirakan tren penurunan ini akan berlanjut.
"Solvabilitas yang dimiliki saat ini, belum menjamin going concern perusahaan," kata Wahyu dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Kedua, jumlah aset investasi yang dimiliki ASABRI saat ini, belum mampu memberikan hasil untuk menutup gap antara pembayaran klaim dengan penerimaan premi, karena besarnya aset investasi non-produktif. Hasil pengembangan yang diberikan kepada peserta menjadi tidak optimal.
Permasalahan ketiga, tingginya beban klaim dibandingkan penerimaan premi. Hal itu membutuhkan sumber pendanaan atau pendapatan lain untuk menutupi gap antara premi dan beban klaim.
"Sejak 2017, gap tersebut dipenuhi dari hasil investasi dan likuidasi aset investasi," ujar Wahyu.
Ia menyampaikan langkah strategis yang sudah dilakukan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi. Pertama, perhitungan cadangan program THT menggunakan bunga aktuaria yang ditetapkan Menteri Keuangan sejak 2021. Kedua, penerimaan UPSL sebesar Rp 4,55 triliun pada 2022 dan 2023, yang berasal dari dampak perubahan manfaat klaim. Ketiga mendorong realisasi penjualan aset sitaan.
Berikutnya, Wahyu merincikan langkah strategis yang akan dilakukan. ASABRI mengajukan permohonan kepada Menkeu terkait pembayaran UPSL tahun 2023 sebesar Rp 5,17 triliun. Skenario penerimaan UPSL, bertahap pada 2026 dan 2027 secara proporsional.
"Karena langkah strategis yang telah dan akan dilakukan tersebut di atas, diperkirakan belum memberikan sustainability jangka panjang, maka Perseroan berencana untuk mengajukan PMN sebesar Rp 3,61 triliun untuk APBN Tahun 2025," kata Direktur Utama ASABRI.
Dalam menghitung PMN, jelas Wahyu, perseroan menggunakan metode pemenuhan arus kas berbasis risiko yang menjumlahkan kekurangan arus kas bebas dalam mencukupi kekurangan modal berbasis risiko atau batas tingkat Solvabilitas Minimum (BTSM). Dana PMN tersebut akan digunakan untuk pembelian SBN (90 persen) dan Corporate Bond (10 persen), sehingga menghasilkan penghasilan baru dari investasi itu.
"Dengan demikian, secara singkat kami mengusulkan dalam forum ini, forum yang mulia, untuk mengajukan usulan PNM, untuk menyelesaikan permasalahan ekuitas negatif, solvabilitas jangka panjang, dan kekurangan jumlah aset investasi, untuk memastikan kemampuan kewajiban pemberian manfaat kepada peserta TNI Polri, ASN, baik itu ASN Kemhan maupun ASN di Polri," ujar Wahyu.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Aria Bima mengatakan BUMN dapat memperoleh PMN dari APBN untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan terhadap negara. Tentu, ada situasi ideal yang ingin dicapai. Pasalnya, operasioanl perusahan plat merah muaranya harus untuk kepentingan rakyat.
"Idealnya BUMN dapat mencetak keuntungan dan menyetorkan deviden untuk kepentingan negara dalam rangka sumber pembiyaan belanja demi kepentingan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dan bukan menyerap dana APBN untuk kebutuhan BUMN," ujar legislator dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Oleh karena itu Komisi VI mendesak optimalisasi penggunaan PMN. Setiap korporasi mengajukan PMN. Forum memitigasinya. Apa yang menjadi dasar pengajuan tersebut? lalu tentang bagaimana pengunaannya sampai detail proyek yang dikerjakan.
"Kalau proyeknya jelas, pelaksanaan proyek itu harus transparan, supaya PNM ini memiliki dampak, tidak hanya untuk korporasi, tapi juga untuk kepentingan masyarakat," ujar Aria.
Frederikus Bata