Senin 27 May 2024 20:20 WIB

Ekonom Sebut Permendag 8/2024 tak Serta-merta Buat RI Banjir Impor

Banyak barang impor yang diolah kembali menjadi produk lokal bernilai tambah tinggi.

Alat berat beroperasi saat bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (12/7/2021). Pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut seiring dengan tren penguatan ekspor pada Mei 2021 yang mencapai 16,6 miliar dolar AS menguat signifikan sebesar 58,76% (yoy), sedangkan performa impor Indonesia meningkat sebesar 68,68 persen (yoy) atau mencatatkan nilai 14,23 miliar dolar AS.
Foto: ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Alat berat beroperasi saat bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (12/7/2021). Pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut seiring dengan tren penguatan ekspor pada Mei 2021 yang mencapai 16,6 miliar dolar AS menguat signifikan sebesar 58,76% (yoy), sedangkan performa impor Indonesia meningkat sebesar 68,68 persen (yoy) atau mencatatkan nilai 14,23 miliar dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom yang juga dosen Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menilai revisi kebijakan impor melalui penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tak serta merta membuat Indonesia dibanjiri produk impor.

Pernyataan itu disampaikan Fithra merespons kekhawatiran asosiasi dan para pelaku industri yang menilai bahwa kebijakan tersebut justru akan menghadirkan potensi lonjakan impor yang tak terkendali, sehingga membahayakan industri dalam negeri.

Baca Juga

Fithra di Jakarta, Senin (27/5/2024), mengatakan bahwa potensi banjir produk impor tersebut tidak mutlak terjadi.

"Apakah akan menyebabkan kebanjiran impor di dalam negeri, ya enggak juga. Masalahnya adalah bagaimana implementasi dan penegakan (aturannya)," ujar dia.

Menurutnya, interpretasi awal terhadap Permendag 8/2024 memang berpotensi melonggarkan peraturan teknis, sehingga membuka celah bagi produk-produk impor membanjiri industri dalam negeri. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan kebutuhan barang impor, terutama industri UMKM yang banyak mengandalkan bahan baku impor.

Ia mencontohkan banyak barang impor yang diolah kembali menjadi produk lokal bernilai tambah tinggi. Oleh karena itu, menurutnya, aturan impor itu bagaimana pun tetap dibutuhkan bagi sebagian industri di Indonesia.

"Kita juga harus memikirkan dampak ekonominya, sehingga kita tak hanya melihat bagaimana impor akan menghancurkan ekonomi kita, tetapi kita juga harus melihat dampak ekonomi secara umum. Jangan-jangan, kita butuh barang impor itu untuk kemudian diolah lagi," tambahnya.

Namun, Fithra berpendapat masih kurangnya koordinasi antarkementerian dalam menyusun sebuah kebijakan, termasuk permendag tersebut. Menurut dia, seringkali aturan dibuat oleh satu kementerian tanpa mempertimbangkan kepentingan kementerian lain.

Pemerintah sebelumnya telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang merevisi Permendag 36/2023 tentang Larangan Pembatasan Barang Impor.

Penerbitan Permendag 8/2024 bertujuan untuk mengatasi persoalan yang muncul akibat pemberlakuan Permendag 36/2023 jo 3/2024 jo 7/2024, yang memberlakukan pengetatan impor dan penambahan persyaratan perizinan impor berupa peraturan teknis.

Namun, sejumlah pelaku industri menilai aturan relaksasi impor itu hanya akan membuat Indonesia dibanjiri produk asing, sehingga menghancurkan daya saing industri nasional.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement