Jumat 19 Apr 2024 19:37 WIB

Bikin Berat Rupiah, Aliran Modal Asing Kabur Rp 21,46 Triliun

Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi logo Bank Indonesia.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Ilustrasi logo Bank Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) melaporkan terdapat aliran modal asing keluar pasar RI pada pekan ketiga April 2024. Berdasarkan data transaksi 16-18 April 2024 nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp 21,46 triliun.  

“Ini terdiri dari jual neto Rp 9,79 triliun di pasar SBN, jual neto Rp 3,67 triliun di pasar saham, dan jual neto Rp 8,00 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)," kata kata Asisten Gubernur Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (19/4/2024).

Baca Juga

Selama 2024, berdasarkan data setelmen hingga 18 April 2024, Erwin mengatakan nonresiden jual neto Rp 38,66 triliun di pasar SBN. Begitu juga dengan beli neto Rp 15,12 triliun di pasar saham dan beli neto Rp 12,90 triliun di SRBI.

Selain itu, BI juga mencatat premi credit default swap (CDS) Indonesia lima tahun per 18 April 2024 sebesar 76,40 basis poin (bps). "Premi CDS Indonesia ini turun dibandingkan 12 April 2024 sebesar 72,24 bps," ucap Erwin.

Bank Indonesia juga mencatat yield SBN 10 tahun naik ke level 6,93 persen pada akhir Kamis (18/4/2023). Lalu, pada Jumat (19/4/2024), yield SBN 10 tahun turun pada level 6,91 persen.

Sementara itu, rupiah ditutup pada level Rp 16.170 per dolar AS pada Kamis (18/4/2024). Selanjutnya, rupiah dibuka pada level Rp 16.230 per dolar AS pada Jumat (19/4/2024).

Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Erwin memastikan Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan. "Hal ini untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujar Erwin. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement