Senin 08 Apr 2024 18:35 WIB

OJK Sebut Pasar Obligasi Domestik Menguat

Pasar obligasi Indonesia memang tidak sedang dalam zona akselerasi.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi.
Foto: Tangkapan Layar
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon (PMDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan kinerja pasar obligasi domestik menguat.

"Salah satu indikator untuk menilai kinerja pasar obligasi domestik adalah dengan melihat Indonesia Composite Bond Index (ICBI), di mana posisi akhir Maret 2024, yaitu tanggal 28 Maret 2024 tercatat masih menguat 1,14 persen year to date (ytd) ke level 378,88," kata Inarno di Jakarta, Senin (8/4/2024).

Baca Juga

Meskipun menguat tipis, namun pasar obligasi Indonesia memang tidak sedang dalam zona akselerasi, di antaranya dipengaruhi oleh beberapa sentimen negatif seperti meredanya euforia pemangkasan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) yang sebelumnya diperkirakan turun tiga kali, saat ini diperkirakan peluangnya hanya satu kali.

Indikator lainnya seperti imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN) tercatat meningkat tipis yaitu sebesar 8,92 basis poin (bps) di seluruh tenor dan non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp 31,35 triliun ytd.

Berdasarkan data Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE), sejak 2019 jumlah efek yang ditransaksikan serta jumlah issuer efek bersifat utang dan/atau sukuk (EBUS) menunjukkan tren peningkatan.

"Selain itu, jumlah rata-rata transaksi harian EBUS tahun ini masih cukup tinggi dibandingkan rata-rata tahunan sejak 2019," ujar Inarno.

Pasar modal sebagai alternatif pembiayaan bagi korporasi diantaranya melalui penerbitan EBUS masih terlihat cukup diminati. Tercatat sampai dengan Maret 2024 penghimpunan dana EBUS mencapai Rp 26,05 triliun yang diterbitkan oleh 20 emiten. Jumlah pipeline penawaran umum obligasi saat ini memiliki nilai indikatif sebesar Rp 30,10 triliun dari 32 perusahaan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement