REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pemerintah Jepang pada Senin (11/3/2024) mengatakan, negaranya berhasil lolos dari resesi pada kuartal empat 2023 dengan pertumbuhan ekonomi pada Oktober-Desember mencapai 0,4 persen berkat belanja modal yang kuat.
Produk Domestik Bruto (PDB) sektor riil yang disesuaikan dengan inflasi direvisi naik dari laporan sebelumnya yang turun 0,4 persen.
Kinerja tersebut merupakan perkembangan positif bagi Bank of Japan. Sebab pasar keuangan memperkirakan bank sentral tersebut akan mengakhiri kebijakan suku bunga negatifnya pada Maret atau April ini.
Meski kinerja keuangan direvisi menjadi positif, Jepang masih kehilangan statusnya sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia yang digantikan oleh Jerman pada 2023.
Pemerintah juga menyatakan bahwa perekonomian pulih pada kecepatan yang moderat. Namun permintaan domestik, khususnya konsumsi swasta, kurang kuat karena kenaikan harga barang sehari-hari telah membebani rumah tangga.
Kemudian, konsumsi swasta yang menyumbang lebih dari separuh perekonomian, turun 0,3 persen, lebih besar dari perkiraan sebelumnya sebesar 0,2 persen. Hal itu menandakan penurunan selama tiga kuartal berturut-turut dengan konsumen belum merasakan pertumbuhan upah riil akibat percepatan inflasi.
Pelemahan tersebut juga diimbangi oleh pertumbuhan belanja modal yang melonjak sebesar 2,0 persen, di revisi naik dari penurunan sebesar 0,1 persen.
"Resesi teknis dapat dihindari dan Bank of Japan kemungkinan akan mengakhiri suku bunga negatifnya. Namun konsumsi swasta melemah dan perekonomian kemungkinan akan mengalami pertumbuhan negatif pada Januari hingga Maret," kata Ekonom senior di Mitsubishi UFJ Research and Consulting, Shinichiro Kobayashi.
Resesi teknis dapat terjadi, sebut Kobayashi, jika kinerja ekonomi kontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Para ekonom pun turut memantau dengan cermat seberapa banyak perusahaan Jepang akan menggunakan uang untuk berinvestasi pada peralatan guna meningkatkan hasil dan otomatisasi serta teknologi terkait untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja.
Hal penting lainnya adalah laju pertumbuhan upah tahun ini yang merupakan faktor penting dalam mendukung konsumsi. Menurut ekonom, permintaan domestik yang kuat adalah kunci untuk mencapai target inflasi BOJ sebesar 2 persen yang dikombinasikan dengan pertumbuhan upah. Bank sentral dipandang oleh pasar keuangan bergerak menjauh dari kebijakan moneter ultralonggarnya.
"Negosiasi upah shunto tahun ini diharapkan memberikan hasil yang kuat, namun akan membutuhkan waktu bagi konsumen untuk merasakan manfaat sebenarnya. Kami yakin perekonomian sedang terhenti dan apakah konsumsi swasta dapat bertahan hingga pertumbuhan upah dapat dirasakan nanti tahun ini menjadi perhatian," tambah Kobayashi.