Selasa 27 Feb 2024 16:25 WIB

Stabilisasi Harga Beras, Badan Pangan: Presiden Setujui Tambah Pupuk Hingga Sumur Bor

Pemerintah menilai pentingnya peningkatan dari sisi produksi.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja mengangkut beras di salah satu toko grosir sembako di Jakarta, Jumat  (23/2/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pekerja mengangkut beras di salah satu toko grosir sembako di Jakarta, Jumat (23/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menyampaikan masalah beras menjadi perhatian utama pemerintah untuk diatasi dari hulu hingga hilir. Salah satunya, pemerintah menilai pentingnya peningkatan dari sisi produksi.

"(Kemarin) sehabis sidang rapat paripurna, beberapa menteri terkait rapat soal beras, ada Mendag, Mentan, Bapanas, Menteri BUMN, Setneg, Setkab dan ada Presiden Jokowi. Di situ kita diskusikan mengenai bagaimana menyiapkan produksi. Karena kuncinya di produksi," ujar Arief kepada wartawan di Depok, Jawa Barat, Selasa (27/2/2024).

Baca Juga

Oleh karena itu, dalam kesempatan itu dibahas mengenai komponen penting dalam produksi yakni pupuk hingga air. Untuk pupuk, kata Arief, Presiden Joko Widodo telah menyetujui tambahan anggaran untuk pupuk subsidi sebesar Rp 14 triliun.

"(Untuk) pupuk, Presiden sudah menyetujui. Produksinya harus didukung dengan pupuk. Pupuk itu dulu itu 9,5 juta ton, yang terakhir anggarannya hanya cukup 4,7 juta ton, beliau menambahkan approve, di situ ada Menkeu untuk Rp 14 triliun untuk tambahan," ujarnya.

Tak hanya itu, untuk menunjang produksi beras, Pemerintah juga mengupayakan ketersediaan air di segala kondisi cuaca melalui sumur bor. Sehingga, pertanaman bisa dilakukan tanpa menunggu musim hujan tiba.

"Kemudian disampaikan perlu bangun sumur bor untuk air. Jadi mau El Nino, mau tidak ada hujan, sawahnya tetap ada airnya. Kegiatan-kegiatan ini harus dimulai," ujarnya.

Sedangkan upaya lainnya, Presiden Joko Widodo dalam sidang kabinet paripurna terkait persiapan pangan Ramadhan dan Lebaran kemarin, telah memerintahkan percepat penambahan (top up) stok beras di Bulog dalam batas cukup di angka 1,4 juta ton.

"Hari ini inflasi yang paling tinggi adalah beras. Jadi beras ini jadi concern Pak Presiden percepat men-top up stoknya Bulog. Stok Bulog itu harus ada minimal 1,2 juta ton. Stok level terakhir ada 800 ribu terakhir, dan yang sedang dalam perjalanan sekitar 500-600 ribu ton," ujar Arief kepada wartawan di Depok, Jawa Barat, Selasa (27/2/2024).

Oleh karena itu, keputusan melakukan impor dibutuhkan demi ketersediaan pangan dan mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat Indonesia. Pemerintah hendak menambah kuota impor beras RI pada 2024 sebesar 1,6 juta ton, sehingga total menjadi 3,6 juta ton. 

Sebab, menurutnya, stok Bulog level terakhir ada sekitar 800 ribu ton. Sedangkan sisa kuota impor tahun 2023 lalu yang masih dalam perjalanan sekitar 500-600 ribu ton. Namun, ia memastikan keputusan impor beras ini dilakukan secara terukur agar tidak memberatkan masyarakat dan harga di petani tetap terjaga.

"Untuk melakukan importasi itu tidak mudah. Dari Januari sampai hari ini baru masuk 500 ribu ton (sisa kuota impor), kemudian importasi pemerintah itu importasi yang terukur jadi kita harus jaga di di tingkat petani dengan baik. Hulu dan hilir, Presiden pesan harus dijaga dengan baik," ujarnya.

Selain itu, Pemerintah melalui Bulog juga akan terus membanjiri beras di pasar baik ritel modern maupun tradisional. Meski demikian, Arief mengakui dalam proses menyuplai beras di ritel khususnya, membutuhkan cukup waktu.

"Karena memang kita perlu waktu untuk mengkonversi dari 50 kilogram (kg) ke 5 kg dan mendistribusikan," ujarnya.

Arief pun memastikan ketersediaan beras ini akan cukup sampai lebaran. Kondisi ini lanjut Arief, diikuti dengan panen di beberapa wilayah yang menambah produksi beras nasional.

"Tuban, Lamongan, Bojonegoro, Demak itu panen. Sumatra Selatan, Blitar itu panen," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement