REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, masalah perberasan saat ini menjadi konsentrasi utama Pemerintah di tengah melonjaknya harga yang diikuti dengan inflasi beras tertinggi. Arief menyebut, Presiden Joko Widodo dalam sidang kabinet paripurna terkait persiapan pangan Ramadhan dan Lebaran kemarin, telah memerintahkan percepat penambahan (top up) stok beras di Bulog dalam batas cukup di angka 1,4 juta ton.
"Hari ini inflasi yang paling tinggi adalah beras. Jadi beras ini jadi konsern Pak Presiden percepat men-top up stoknya bulog. Stok bulog itu harus ada minimal 1,2 juta ton. Stok level terakhir ada 800 ribu terakhir, dan yang sedang dalam perjalanan sekitar 500-600 ribu ton," ujar Arief kepada wartawan di Depok, Jawa Barat, Selasa (27/2/2024).
Karena itu, keputusan melakukan impor dibutuhkan demi ketersediaan pangan dan mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat Indonesia. Sebab, menurutnya, stok Bulog level terakhir ada sekitar 800 ribu ton. Sedangkan sisa kuota impor tahun 2023 lalu yang masih dalam perjalanan sekitar 500-600 ribu ton.
Namun ia memastikan keputusan impor beras ini dilakukan secara terukur agar tidak memberatkan masyarakat dan harga di petani tetap terjaga.
"Untuk melakukan importasi itu tidak mudah. Dari Januari sampai hari ini baru masuk 500 ribu ton (sisa kuota impor), kemudian imporstasi pemerintah itu importasi yg terukur jadi kita harus jaga di di tingkat petani dengan baik. Hulu dan hilir, Pak Presiden pesan harus dijaga dengan baik," ujarnya.
Selain itu, Pemerintah melalui Bulog juga akan terus membanjiri beras di pasar baik ritel modern maupun tradisional. Meski demikian, Arief mengakui dalam proses menyuplai beras di ritel khususnya, membutuhkan cukup waktu.
"Karena memang kita perlu waktu untuk meng-convert dari 50 kilogram (kg) ke 5 kg dan mendistribusikan," ujarnya.
Arief pun memastikan ketersediaan beras ini akan cukup sampai lebaran. Kondisi ini lanjut Arief, diikuti dengan panen di beberapa wilayah yang menambah produksi beras nasional.
"Tuban, Lamongan, Bojonegoro, Demak itu panen. Sumatra Selatan, Blitar itu panen," ujarnya.
Ia pun meyakini dengan tambahan hasil panen di beberapa daerah akan mampu mengoreksi harga beras di pasaran. Saat ini kata dia, harga gabah sendiri sudah terkoreksi mulai dari Rp 8.600-8000, rata rata nasional hari ini Rp 7.100.
"Biasanya kalau harga beras itu apa kata harga gabah. Jadi cara mudahnya dua kali. Kalau harga gabahnya Rp 8 ribu maka harga beras akan 16 ribu. Kita harapkan dengan harga gabah yg sudah 7 ribu itu artinya bisa mengoreksi harga beras yang dari pasar. Kalau melihat harga beras yang hari ini, harganya di bawah 13 ribu, itu adalah beras intervensi dari pemerintah," katanya.