Rabu 17 Jan 2024 14:56 WIB

Belum Berubah, BI Masih Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen

BI perlu mengatur waktu penurunan tingkat suku bunga acuan.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Tangkapan Layar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Foto: Tangkapan Layar
Tangkapan Layar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil rapat dewan gubernur (RDG) pada Rabu (17/1/2024). Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan suku bunga acuan saat ini tetap pada level enam persen.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16 dan 17 November 2023, memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar enam persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Bulanan BI Januari 2024, Rabu (17/1/2024). 

Baca Juga

Dia menambahkan, suku bunga deposit facility juga tetap menjadi 5,25 persen. Lalu, juga suku bunga lending facility juga masih tetap sebesar 6,75 persen.

Perry menegaskan, keputusan tersebut diambil dengan tetap konsisten bersamaan dengan kebijakan nilai tukar rupiah. Selain itu juga langkah preventif dan memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor.

Sebelumnya, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan BI masih berpotensi mempertahankan suku bunganya pada level enam persen. "Belum ada faktor yang membuat BI harus menurunkan suku bunga saat ini,” kata Bhima kepada Republika.co.id, Rabu (17/1/2024). 

Dia menuturkan, ketidakpastian geopolitik yang tinggi di Timur Tengah, risiko selat Taiwan yang meningkat, hingga The Fed yang belum putuskan penurunan bunga acuan dalam waktu dekat. Jika Fed Funds Rate akan dipangkas, Bhima menyebut proyeksinya baru akan terjadi pada kuartal II 2024. 

“BI mau tidak mau harus jaga spread yang lebar antara FFR dan suku bunga acuan BI,” ucap Bhima. 

Jika BI terburu-buru menurunkan bunga acuan, dikhawatirkan capital outflow terutama di pasar surat utang akan mengguncang rupiah. Sementara rupiah, lanjut Bhima, masih wajib stabil di tengah momen pemilihan umum (pemilu) saat ini. 

Sementara itu, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky mengatakan rupiah tercatat sekitar Rp 15.550 per dolar AS yang sedikit terdepresiasi sebesar 1,06 persen secara year to date atau sejak awal tahun. Dibandingkan dengan mata uang negara peers, Riefky mengatakan rupiah cenderung melemah dibandingkan Rubel Rusia, Rupee India, Lira Brasil, Peso Filipina, dan Peso Argentina namun rupiah cenderung stabil di beberapa pekan terakhir. Jumlah cadangan devisa saat ini relatif cukup untuk meminimumkan potensi tekanan terhadap rupiah apabila dibutuhkan.

"Dengan rupiah yang sedikit melemah sejak awal tahun dan inflasi yang tidak menjadi isu saat ini, kami berpandangan pemotongan suku bunga acuan yang terlalu dini bukan langkah yang tepat diambil oleh BI karena berpotensi memberi tekanan pada rupiah,” ujar Riefky. 

Riefky mengungkapkan, BI perlu mengatur waktu penurunan tingkat suku bunga acuan dengan mengacu pada keputusan The Fed. Oleh karena itu, pada Rapat Dewan Gubernur pertamanya setelah mengganti nama BI 7-Days Reverse Repo Rate menjadi BI Rate, BI perlu menahan suku bunga acuannya di enam persen pada bulan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement