Sabtu 25 Nov 2023 21:50 WIB

Sering Pakai Katun Impor, Menkop Dorong Produksi Batik Gunakan TKDN

Selama ini produksi batik justru menggunakan katun impor.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi produksi batik.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Ilustrasi produksi batik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendorong batik menggunakan unsur Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) lebih tinggi. Itu karena, selama ini produksi batik justru menggunakan katun impor.

Dorongan tersebut salah satunya melalui fasilitasi sinergi Asia Pacific Rayon sebagai produsen viscose rayon lokal dengan koperasi perajin batik di Pekalongan. “Kemenkop (Kementerian Koperasi dan UKM) juga mendorong perajin batik mengoptimalkan ekosistem agregator," ujar Teten dalam keterangan resmi, Jumat (24/11/2023).

Baca Juga

 

Teten juga mendukung Sarinah untuk mendukung pengembangan batik. Dalam hal itu, menurutnya langkah Sarinah sudah sangat tepat mengambil peran sebagai super agregator untuk di subsektor wastra dan kriya nusantara, khususnya batik. Melalui model bisnis agregasi diharapkan pembatik dapat terkonsolidasi, kualitas produksi dan manajemen meningkat, sampai akses pengetahuan, teknologi, pembiayaan, serta akses pasar semakin terbuka.

 

“Indonesia harus mampu memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi untuk membangkitkan kejayaan batik. Itu melalui berbagai event internasional dan event nasional seperti Panggung Karya Nusantara,” jelas dia.

Berdasarkan data Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Kementerian Perindustrian, ada 3.159 unit usaha batik yang tercatat di seluruh Indonesia. Industri batik skala besar-sedang berjumlah 208 unit. Usaha batik mikro-kecil menengah berjumlah 2.951 unit. UMKM batik memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Kontribusinya sebesar 1,2 persen terhadap PDB Indonesia dan menyerap 3,5 juta tenaga kerja.

“Nilai ekspor batik pada 2022 mencapai Rp 1 triliun dan diekspor ke lebih dari 100 negara di dunia. Target pemerintah dapat mencapai ekspor hingga 100 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp 1,5 triliun pada 2023,” tutur Teten.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement