REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) menyampaikan telah mengambil langkah-langkah prioritas dalam pengembangan bahan bakar rendah karbon dan energi baru terbarukan sesuai dengan situasi yang dihadapi Indonesia sebagai negara berkembang. Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati menegaskan, bahwa faktor utama dalam pengembangan bahan bakar rendah karbon dan energi baru terbarukan adalah teknologi, ekonomi, dan regulasi.
Menurut Nicke, ada beberapa faktor yang mengakibatkan tingginya harga bahan bakar rendah karbon, pertama adalah teknologi dimana dengan pengembangan teknologi dapat menurunkan belanja modal (capex) dan belanja operasional (opex).
“Teknologi akan lebih efisien dalam penggunaan air, energi, dan konsumsi bahan baku sangat penting. Selain itu, juga penting adalah teknologi yang dapat mengolah bahan baku menjadi generasi kedua, mengatasi limbah dari bahan baku,” kata Nicke, Jumat (8/9/2023).
Faktor kedua, adalah pengembangan ekosistem. Menurutnya, dalam pengembangan produk baru diperlukan pendekatan holistik dimulai dari rantai pasokan yang lebih panjang hingga ekosistem secara keseluruhan.
Lalu faktor ketiga yakni kemampuan ekonomi. Pertamina memerlukan kemampuan ekonomi untuk memulai pengembangan produk. Oleh karena itu, regulasi diperlukan untuk menciptakan permintaan.
“Contoh di Indonesia, penggunaan B35 atau biodiesel menjadi suatu keharusan sesuai regulasi, sehingga permintaannya meningkat secara bertahap. Ketika permintaan ada, investasi akan mengalir. Hal ini penting untuk biofuel, SAF, hidrogen, amonia, dan sumber energi lainnya,” imbuh Nicke.
Faktor keempat adalah kesiapan masyarakat, baik sebagai produsen maupun konsumen, dengan meningkatkan kesadaran dan pendidikan. Keempat faktor tersebut harus tingkatkan bersama-sama.
“Saya percaya bahwa transisi ke bahan bakar rendah karbon memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, swasta, publik, pemodal, dan investor,” kata Nicke.