REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa negara dan organisasi manapun tidak bisa menghentikan kebijakan Indonesia untuk melakukan hilirisasi bahan mentah sumber daya alam.
"Siapa pun, negara manapun, organisasi internasional apa pun, saya kira enggak bisa menghentikan keinginan kita untuk industrialisasi, untuk hilirisasi," kata Presiden Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Jokowi mengatakan, ia tak khawatir jika Pemerintah Indonesia kembali digugat oleh korporasi atau negara lain karena melakukan hilirisasi.
Belum lama ini, Freeport Indonesia dikabarkan berencana mengajukan keberatan atau gugatan atas aturan tarif bea keluar konsentrat mineral logam yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 12 Juli 2023 lalu. Aturan yang dimaksud tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
"Ya enggaknapa apa (kalau ada keberatan), yang jelas hilirisasi tidak akan berhenti, hilirisasi setelah nikel kita setop, kemudian masuk ke tembaga, ke kobalt, nanti masuk lagi ke bauksit, dan seterusnya," tutur Jokowi.
Keberlanjutan hilirisasi, kata Jokowi, karena pemerintah ingin nilai tambah ekonomi dari sumber daya alam bermanfaat secara optimal di dalam negeri. Presiden Jokowi menjabarkan dari kebijakan penghentian ekspor bahan mentah nikel pada 2020, Indonesia mendapat peningkatan penerimaan negara dari ekspor barang bernilai tambah.
"Saat diekspor mentahan, bahan mentah setahun kira-kira hanya Rp 17 triliun, setelah masuk ke industrial ke hilirisasi menjadi Rp 510 triliun. Bayangkan saja kita negara itu hanya mengambil pajak," ujarnya.
Peningkatan penerimaan negara itu berasal dari Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan Badan (PPH Badan), PPH Karyawan, PPH perusahaan, royalti bea ekspor, dan penerimaan negara bukan pajak lainnya.