Selasa 18 Jul 2023 14:44 WIB

Penerbitan Surat Utang Korporasi Lesu, Ini Penyebabnya

Penerbitan surat utang di 2023 sudah memasuki fase penurunan dari siklus lima tahunan

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Lida Puspaningtyas
Penerbitan sukuk memasuki fase pelemahan dalam lima tahun terakhir. (Ilustrasi).
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Penerbitan sukuk memasuki fase pelemahan dalam lima tahun terakhir. (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerbitan surat utang atau obligasi secara nasional pada semester pertama tahun ini tidak seramai periode yang sama pada tahun lalu. Per Juni 2023, penerbitan obligasi tercatat sebesar Rp 45,98 triliun, jauh lebih rendah dari Juni 2022 yang tercatat mencapai Rp 72,73 triliun.

Kepala Divisi Pemeringkatan Non Jasa Keuangan I Pefindo Niken Indriarsih mengatakan lesunya penerbitan obligasi pada tahun ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Dari eksternal, masih ada ketidakpastian global yang tinggi seiring dengan ketegangan politik di sejumlah wilayah, seperti Rusia-Ukraina dan China-AS.

Baca Juga

"Faktor global ini dapat memengaruhi permintaan dan suplai surat utang di dalam negeri," kata Niken, Selasa (18/7/2023).

Dari domestik, Niken melanjutkan, pasar cenderung menunggu dan mengamati perkembangan pemilu yang akan diselenggarakan pada tahun depan. Sikap ini diperkirakan akan terus berlanjut sampai pelaku pasar mendapat kepastian mengenai iklim investasi di Indonesia.

Faktor lain yang menyebabkan lesunya penerbitan obligasi yaitu minimnya kebutuhan pembiayaan kembali utang atau refinancing. Selain itu, kebutuhan modal kerja juga rendah seiring dengan harga komoditas yang mulai ternormalisasi.

Di sisi lain, berdasarkan siklusnya, penerbitan obligasi dalam lima tahun terakhir sudah mencapai angka tertingginya pada 2022 lalu. "Bisa dibilang penerbitan surat utang di 2023 ini sudah memasuki fase penurunan dari siklus lima tahunan," kata Niken.

Ekonom Pefindo, Suhindarto menambahkan, suku bunga yang lebih tinggi dan likuiditas perbankan yang masih ample turun menjadi faktor penyebab rendahnya penerbitan utang. Perusahaan cenderung memunda untuk menghindari biaya penerbitan yang tinggi.

"Iklim suku bunga yang relatif lebih tinggi mempengaruhi penerbitan di tahun ini, karena biaya untuk menerbitkan jadi lebih mahal sehingga secara tidak langsung mendorong emiten-emiten menahan penerbitan atau menunda," ujar Suhindarto.

Dari sisi sektoral, perbankan masih mempunyai likuiditas yang terjaga sehingga tidak memiliki kebutuhan untuk pendanaan. Perbankan bahkan berencana untuk melunasi surat utang yang jatuh tempo. Sehingga wajar penerbitan obligasi di sektor perbankan pada semester I 2023 baru sekitar Rp 600 miliar atau hanya satu persen dari seluruh penerbitan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement