Senin 03 Jul 2023 18:03 WIB

Cerita Petani di Bali, Tebus Pupuk Subsidi Tak Lagi Ribet Bawa Fotocopy KTP

Melalui aplikasi iPubers diharapkan penyaluran pupuk subsidi menjadi lebih mudah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Sangputu Darma (65) petani padi asal Desa Temesi, Kabupaten Gianyar, Bali sekaligus penerima pupuk bersubsidi dari pemerintah, Senin (3/7/2023).
Foto: Republika/Dedy Darmawan Nasution
Sangputu Darma (65) petani padi asal Desa Temesi, Kabupaten Gianyar, Bali sekaligus penerima pupuk bersubsidi dari pemerintah, Senin (3/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Sistem penyaluran pupuk bersubsidi secara manual yang kerap dikeluhkan petani secara perlahan bakal beralih ke sistem digital. Melalui digitalisasi, pendataan transaksi yang seluruhnya dilakukan di atas kertas kini tinggal dalam genggaman jari di layar ponsel. 

Lewat pemakaian aplikasi bernama iPubers ini, pun diharapkan proses penyaluran pupuk yang disusbidi dari anggaran negara itu dapat lebih transparan. Sekaligus, menjawab sejumlah persoalan pupuk langka yang kerap berulang setiap tahun. Yang salah satunya, imbas ketidaktahuan para petani akan keterbatasan pemerintah memberi subsidi. 

Baca Juga

Sangputu Darma (65) petani padi asal Desa Temesi, Kabupaten Gianyar, Bali, bercerita, dahulu ia harus menyiapkan berkas seperti fotocopy KTP sebagai syarat menebus pupuk bersubsidi di kios penyalur. Baginya, menyiapkan berkas fotocopy kadangkala justru menambah pekerjaan. Belum lagi, bila letak jasa fotocopy yang jauh dari rumah. 

“Sekarang, kalau ambil cukup pakai KTP saja ditunjukkan atau bisa juga dengan Kartu keluarga. Artinya dengan cara digital lebih ke kemudahan yang dirasakan,” kata Sangputu saat ditemui di Desa Temasi, Senin (3/7/2023). 

Namun, khusus di Bali, ia menuturkan, Dinas Pertanian setempat memberikan kelonggaran kepada petani untuk tetap dapat menebus pupuk subsidi secara berkelompok. Asalkan, perwakilan petani dapat menunjukkan KTP asli penerima subsidi lengkap dengan surat kuasa dan tanda tangan resmi. 

Sangputu bercerita, ia bukan petani besar. Lahan yang ia miliki sendiri hanya 10 are atau setara 0,1 hektare dengan produktivitas enam kilogram per are. Petani kecil sepertinya sangat terbantu dengan keberadaan pupuk subsidi. Sebab, dengan hanya mengeluarkan kocek Rp 2.300 ia bisa memperoleh satu kilogram pupuk baik Urea maupun NPK. 

Sementara itu, Made Wayan (62) petani padi dan kedelai, menuturkan hal sama. Menurutnya, digitalisasi yang dilakukan dalam program pupuk subsidi sekaligus menghilangkan biaya-biaya yang biasanya harus dikeluarkan. Memang tak besar, namun tetap bermanfaat bagi petani maupun pihak kios sendiri. 

Meski demikian, Made mengakui, kuota pupuk subsidi yang ia dapat tak sesuai dengan kebutuhannya. Sebagai jalan keluar, Made biasa menggunakan pupuk organik yang diproduksi sendiri oleh para petani di daerahnya dengan bahan baku alami di sekitar. 

Seperti diketahui, selama ini penebusan pupuk subsidi banyak dilakukan oleh perwakilan kelompok petani (poktan) atau gabungan kelompok petani (gapoktan). Lantaran kebijakan penyaluran yang masih secara manual, banyak petani tak mengetahui kuota pupuk subsidi yang ia dapat dari pemerintah. 

Bahkan kerap kali, petani bahkan tak mengetahui ketika jatah alokasinya telah habis. Saat akan kembali menebus, kios tak bisa memberikan dan petani pun menganggap pupuk subsidi langka. 

 

 

(Direktur Transformasi Bisnis Pupuk Indonesia menyebutkan....)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement