REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana BP Tapera Eko Ariantoro berpendapat bahwa tingkat inklusi keuangan yang rendah menjadi hambatan bagi milenial untuk memiliki rumah.
Dia mengatakan, tingkat literasi keuangan milenial mencapai 53,19 persen, lebih tinggi dari tingkat literasi keuangan nasional yang berada di level 49,68 persen. Hal itu menunjukkan secara nasional kelompok milenial lebih paham mengenai keuangan.
"Akan tetapi, inklusi keuangannya masih jauh tertinggal," kata Eko, Rabu (28/6/2023).
Eko mengatakan jumlah milenial yang memiliki rekening di perbankan baru sekitar 60 persen, sementara 40 persen lainnya tidak memiliki rekening tabungan di bank. Artinya, masih banyak milenial yang unbankable sehingga tidak memiliki akses untuk membeli rumah.
Di sisi lain, Eko melihat kelompok milenial memiliki kecenderungan tidak memiliki dana darurat dan lebih banyak berperilaku konsumtif. Perilaku tersebut yang membuat tidak banyak kaum milenial yang memikirkan untuk memiliki rumah sejak dini.
Padahal, selain menjadi tempat tinggal, rumah juga bisa menjadi aset untuk investasi yang bernilai ekonomi tinggi dan bermanfaat. Misalnya, rumah bisa menjadi agunan ketika ingin mengajukan pinjaman melalui bank. Rumah juga bisa dimanfaatkan untuk disewakan atau dikontrakkan agar dapat menjadi sumber penghasilan tambahan.
Oleh karena itu, kelompok milenial perlu didorong untuk memiliki pengelolaan keuangan yang baik. Dukungan edukasi dan literasi mengenai pentingnya memiliki hunian juga perlu dilakukan oleh pelaku industri keuangan.
Dalam konteks itu, Eko sebagai perwakilan dari BP Tapera memberikan sejumlah rekomendasi yang bisa diterapkan oleh milenial agar bisa memiliki hunian, di antaranya menabung sebelum dibelanjakan, bijak dalam berutang, memprioritaskan antara kebutuhan dan keinginan, serta mempersiapkan dana darurat.
"Memiliki rumah bagi milenial itu tidak mudah dan perlu diperjuangkan," ujar Eko.