Jumat 19 May 2023 07:02 WIB

Harga Minyak Jatuh karena Kekhawatiran Kenaikan Suku Bunga

Sementara itu, dolar AS menguat.

Petugas melakukan pemeriksaaan area kilang yang memproduksi Green Diesel (D100) dan Green Avtur di Kilang PT Kilang Pertamina Internasional RU IV Cilacap, Jateng, Kamis (27/10/2022). Green Refinery mengolah sumber daya energi baru terbarukan berbahan dasar minyak kelapa sawit, menjadi Green Diesel dan Green Avtur yang telah meraih Sertifikat International Sustainability and Carbon Certification (ISCC), dengan kapasitas produksi mencapai 3000 barrel per hari.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Petugas melakukan pemeriksaaan area kilang yang memproduksi Green Diesel (D100) dan Green Avtur di Kilang PT Kilang Pertamina Internasional RU IV Cilacap, Jateng, Kamis (27/10/2022). Green Refinery mengolah sumber daya energi baru terbarukan berbahan dasar minyak kelapa sawit, menjadi Green Diesel dan Green Avtur yang telah meraih Sertifikat International Sustainability and Carbon Certification (ISCC), dengan kapasitas produksi mencapai 3000 barrel per hari.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah turun pada akhir perdagangan Kamis waktu setempat atau Jumat (19/5/2023) pagi WIB, setelah data ekonomi AS yang solid mendorong dolar mencapai level tertinggi dua bulan di tengah meningkatnya ekspektasi bahwa Federal Reserve AS dapat menaikkan suku bunga lagi pada Juni.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni kehilangan 0,97 dolar AS atau 1,33 persen, menjadi menetap di 71,86 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Baca Juga

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli tergelincir 1,10 dolar AS atau 1,43 persen, menjadi ditutup pada 75,86 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Dolar AS naik ke level tertinggi sejak 17 Maret terhadap sekeranjang mata uang didorong data yang menunjukkan, klaim pengangguran awal yang lebih rendah dari perkiraan dan optimisme tentang kemungkinan kesepakatan plafon utang.

Dolar yang lebih kuat dapat membebani permintaan minyak karena membuat bahan bakar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. Meningkatnya kemungkinan kenaikan suku bunga lainnya oleh Federal Reserve pada Juni, juga meredam sentimen pasar dan prospek permintaan minyak.

"Kabar baik bagi perekonomian kini menjadi kabar buruk bagi prospek permintaan minyak mentah karena ketahanan ekonomi akan memaksa Fed untuk mematikan ekonomi," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, pemasok layanan perdagangan multi-aset daring.

Klaim pengangguran baru AS merosot ke 242.000 dalam pekan yang berakhir 13 Mei, turun dari 264.000 pada minggu sebelumnya dan lebih rendah dari perkiraan konsensus 255.000, menurut data yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (18/5/2023).

Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memiliki kemungkinan sekitar 36 persen untuk menaikkan suku bunga dana federal sebesar 25 basis poin lagi pada Juni, lebih tinggi dari probabilitas 28,4 persen pada Rabu (17/5/2023) dan 10,7 persen seminggu yang lalu, menurut data yang ditunjukkan oleh alat CME FedWatch pada Kamis (18/5/2023) sore.

Sementara itu, dolar AS naik pada Kamis (18/5/2023) dengan indeks dolar menguat lebih dari 0,6 persen.

"Minyak menjadi perdagangan yang mudah, karena akan melacak dolar dan bukan yang lainnya," kata Moya menambahkan.

Minyak WTI mundur karena para pedagang fokus pada reli dolar AS, yang memberikan tekanan material pada komoditas, kata Vladimir Zernov, analis pemasok informasi pasar FX Empire.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement