Ahad 14 May 2023 01:46 WIB

Mobil  Listrik yang Masuk ke Jerman dari China Naik Tiga Kali Lipat

Raksasa produsen otomotif Jerman harus waspada.

Jurnalis dan masyarakat umum melihat SUV listrik Atto 3 buatan produsen mobil China BYD, di pameran dagang kendaraan listrik Fully Charged Live di Farnborough, Inggris, 28 April 2023.
Foto: Reuters
Jurnalis dan masyarakat umum melihat SUV listrik Atto 3 buatan produsen mobil China BYD, di pameran dagang kendaraan listrik Fully Charged Live di Farnborough, Inggris, 28 April 2023.

REPUBLIKA.CO.ID,BERLIN - Pangsa pasar mobil listrik yang dikirim ke Jerman dari China lebih dari tiga kali lipat pada kuartal pertama 2023. Kantor statistik Jerman mengatakan pada hari Jumat (12/5/2023), tanda yang mengkhawatirkan bagi pembuat mobil Jerman yang berjuang untuk mengikuti kecepatan rekan-rekan mereka di Cina. 

Dari Januari hingga Maret, 28,2 persen mobil penumpang dengan motor listrik yang diimpor ke Jerman berasal dari China. “Angkanya naik signifikan dibandingkan dengan 7,8 persen pada kuartal yang sama tahun sebelumnya,” kata kantor tersebut.

Baca Juga

Volkswagen dan pembuat mobil lainnya sedang berjuang untuk mengikuti pasar mobil China, yang terbesar di dunia, berakselerasi menuju masa depan listrik – membuat merek global yang sudah mapan terjebak di jalur lambat.

"Banyak produk untuk kehidupan sehari-hari, tetapi juga barang untuk transisi energi, kini sebagian besar datang dari China," kata kantor itu. Misalnya, 86 persen komputer portabel yang diimpor ke Jerman, 67,8 persen smartphone dan telepon, dan 39,2 persen baterai lithium-ion berasal dari China pada kuartal tersebut.

Pemerintah Kanselir Jerman Olaf Scholz semakin mewaspadai China sebagai saingan strategis sekaligus mitra dagang terbesarnya sejak 2016, dan telah mempertimbangkan serangkaian langkah untuk mengurangi ketergantungan saat menilai kembali hubungan bilateral.

Dalam kasus yang jarang  terjadi –komponen penting untuk pembangunan mobil listrik dan turbin angin - Jerman dan Uni Eropa secara keseluruhan lebih dari 90 persen bergantung pada pasokan dari China, demikian temuan sebuah studi bulan Desember oleh lembaga penelitian DIW.

 

 

 

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement