Rabu 10 May 2023 20:22 WIB

Asosiasi Harap Pemerintah Tinjau Ulang Perpanjangan Izin Ekspor Tembaga Freeport 

Langkah tersebut dianggap kurang sesuai dengan amanat Undang-Undang Minerba.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan proyek Smelter Freeport di kawasan Java Integrated and Industrial Port Estate (JIIPE), Manyar, Gresik, Jawa Timur, Jumat (29/7/2022). Pembangunan proyek tersebut kini mencapai 34,9 persen dan diitargetkan hingga akhir tahun 2022 mencapai 50 persen.
Foto: ANTARA/Zabur Karuru
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan proyek Smelter Freeport di kawasan Java Integrated and Industrial Port Estate (JIIPE), Manyar, Gresik, Jawa Timur, Jumat (29/7/2022). Pembangunan proyek tersebut kini mencapai 34,9 persen dan diitargetkan hingga akhir tahun 2022 mencapai 50 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan perpanjangan izin ekspor tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga 2024. Pasalnya, langkah tersebut dianggap kurang sesuai dengan amanat Undang-Undang Minerba yang mengharuskan penghentian ekspor mineral mentah pada Juni 2023.

Wakil Ketua Umum Aspebindo, Fathul Nugroho menilai, perpanjangan izin tersebut bisa mempengaruhi komitmen pemerintah dalam mendorong hilirisasi industri hasil tambang di Indonesia.

Baca Juga

"Seharusnya, pemerintah lebih fokus pada pengembangan industri pengolahan mineral dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada ekspor mineral mentah," ungkapnya dalam keterangan resmi diterima Republika, Rabu (10/5/2023). 

Fathul pun mengungkapkan kekhawatiran terhadap ketidakadilan dalam penerapan pajak dan biaya ekspor.

"Jika memang pemerintah ingin memberikan relaksasi kepada PTFI, seharusnya dikenakan pajak ekspor atau biaya ekspor yang lebih tinggi daripada perusahaan lainnya. Hal ini akan menciptakan kondisi yang adil bagi perusahaan-perusahaan yang telah berinvestasi dalam pengolahan mineral di Indonesia," ujarnya.

Ia menjelaskan, salah satu alasan utama di balik kebijakan larangan ekspor mineral mentah adalah mendorong perusahaan-perusahaan seperti PTFI untuk membangun fasilitas smelter guna memproses mineral di dalam negeri. 

Namun, smelter tembaga yang dibangun oleh Freeport belum beroperasi hingga saat ini, sehingga perpanjangan izin ekspor ini dapat memberikan sinyal yang kurang tepat kepada perusahaan dan mengurangi insentif untuk mengoperasikan smelter tersebut.

Fathul pun menyoroti kebijakan ekspor tembaga mentah, karena dengn beleid tersebut berpotensi terbawanya mineral ikutan seperti rare earth minerals yang berpotensi memiliki nilai ekonomi.

"Perpanjangan izin ekspor ini akan mengakibatkan hilangnya peluang bagi Indonesia untuk memperoleh manfaat ekonomi lebih besar dari mineral ikutan tersebut, sekaligus mengurangi insentif untuk mengembangkan industri hilir yang lebih ramah lingkungan dan bernilai tambah tinggi," tutup Fathul.

Oleh karena itu, ia menegaskan pemerintah perlu lebih tegas dalam menerapkan regulasi peningkatan nilai tambah sumber daya alam, termasuk dengan penegakan larangan ekspor mineral mentah. Aspebindo juga mengajak pemerintah dan berbagai pihak terkait untuk meninjau kembali kebijakan perpanjangan izin ekspor tembaga PT Freeport Indonesia demi menciptakan kebijakan yang lebih baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement