REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – PT Sumbawa Timur Mining (STM), perusahaan eksplorasi tembaga pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi ke-7, menyoroti pentingnya eksplorasi mineral kritis dalam mendukung ketahanan sumber daya nasional. Hal itu disampaikan dalam ajang Mineral & Batubara Convention–Expo (Minerba Convex) 2025 yang digelar di Jakarta International Convention Center (JICC), Kamis (16/10/2025).
Acara tersebut diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai wadah bertukar inovasi dan membuka peluang investasi di sektor pertambangan Indonesia.
Presiden Direktur STM, Bede Evans, menjadi salah satu pembicara pada sesi diskusi bertema “Mineral Kritis & Strategis untuk Memperkuat Industrialisasi Nasional.” Selain Bede Evans, hadir pula pembicara lain, yakni Division Head of Downstream Strategy, Research, and Process Engineering MIND ID, Muhidin; Wakil Ketua Bidang Data dan Informasi Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik, Puryanto; serta Pakar Material Maju Indonesia, Koesnohadi Kuncoro. Diskusi juga dihadiri para ahli dari kementerian dan lembaga terkait sebagai penanggap, serta kalangan umum.
Mineral kritis, yang menjadi fokus utama diskusi, merupakan jenis mineral yang berperan penting bagi perekonomian nasional, teknologi strategis, dan transisi energi global. Namun, mineral ini memiliki kerentanan dalam hal ketersediaan pasokan.
Menurut pemandu diskusi, Resvani—yang juga Ketua Panitia Pelaksana Minerba Convex 2025—diperlukan kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat pengembangan mineral kritis guna meningkatkan daya saing di kancah global.
“Eksplorasi mineral kritis tidaklah mudah. Prosesnya membutuhkan investasi besar, biasanya berada di lokasi yang sulit dijangkau, serta menghadapi berbagai tantangan teknis dan nonteknis. Kita memerlukan dorongan kolaborasi yang baik, serta pengembangan penelitian dan kapasitas sumber daya manusia,” ujar Resvani yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi).
Tembaga merupakan salah satu mineral kritis yang menjadi komponen utama dalam rencana transisi energi global. Namun, menurut studi S&P Global (2022), kesenjangan antara pasokan dan permintaan tembaga diperkirakan akan sangat besar pada 2035—meningkat dua kali lipat dibandingkan 2022. Substitusi dan daur ulang tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan kendaraan listrik, infrastruktur kelistrikan, dan pembangkit energi terbarukan.