Ahad 23 Apr 2023 17:09 WIB

ICCT: Indonesia tidak Tertinggal Dalam Pengembangan Kendaraan Listrik

Perjalanan panjang untuk mencapai 2 juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik.

Bus listrik melaju di Terminal Leuwipanjang, Kota Bandung, Selasa (20/12/2022).
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Bus listrik melaju di Terminal Leuwipanjang, Kota Bandung, Selasa (20/12/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengacu data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebanyak 33.810 kendaraan listrik aktif digunakan di penjuru negeri hingga November 2022. Hal ini dinilai merupakan sinyal baik yang mengarah pada potensi penggunaan kendaraan listrik yang lebih masif untuk publik di masa mendatang.

Akan tetapi, perjalanan masih panjang untuk mencapai 2 juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik pada 2030 mendatang. Maka, regulasi terkait kendaraan listrik terutama proporsi kendaraan listrik milik pribadi dan umum, penyediaan infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik, dan penggunaan kendaraan pengangkut berkapasitas besar seperti truk dan bus, menjadi beberapa hal yang perlu dicermati.

Baca Juga

Menyikapi hal tersebut, Associate Researcher The International Council on Clean Transportation (ICCT) Tenny Kristiana mengatakan bahwa sesungguhnya Indonesia tidak tertinggal jauh dalam hal pengembangan kendaraan listrik di lima negara ASEAN.

"Subsidi atau insentif pajak sudah ada, target untuk special fleet, misalnya, Transjakarta full electric 2030 juga ada, hingga adanya pengembangan industri kendaraan listrik di manufacturing. Ditambah adanya dukungan internasional untuk elektrifikasi," jelasnya dalam sebuah diskusi yang digelar beberapa waktu lalu.

Meski demikian, satu hal yang perlu dicatat, kata Tenny, adalah kemampuan negara lain seperti Thailand yang memiliki target produksi dan penjualan kendaraan listrik. Indonesia sudah mengarah ke titik itu karena Kementerian Perindustrian juga mengeluarkan target 20 persen dari total penjualan kendaraan mobil penumpang di tahun 2025.

Berdasarkan kajian ICCT, kendaraan listrik memiliki keunggulan tidak hanya emisi karbonnya yang rendah dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar fosil, juga dengan tidak adanya gas buang dari knalpot. Hal ini menjadi sangat penting karena ini memberikan dampak langsung terhadap kesehatan masyarakat.

Tenny menambahkan guna mengurangi dampak lingkungan di sektor hilir, konsep penggunaan ulang baterai bisa menjadi salah satu solusi. Studi terbaru ICCT menemukan bahwa menggunakan kembali 50 persen baterai yang sudah habis masa pakai untuk penyimpanan energi bisa menyediakan kapasitas 86 GWh pada 2030, lalu 3.000 GWh pada 2040 hingga 12.000 GWh pada 2050.

"Alhasil, kebutuhan penambangan nikel, cobalt, litium,dan juga mangan bisa berkurang," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement