REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Bank Sentral Inggris, Bank of England (BoE), kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,25 persen. BoE menaikkan suku bunga acuan ke 11 kalinya berturut-turut.
Dilansir dari laman Reuters, Jumat (24/3/2023) kenaikan tersebut sejalan dengan proyeksi para ekonom. Kenaikan suku bunga ini memperpanjang rentetan kenaikan yang dimulai pada Desember 2021, meskipun ini kenaikan terkecil sejak Juni.
BoE mengungkapkan kenaikan inflasi mungkin akan melandai dengan cepat, sehingga memicu spekulasi bank sentral akan mengakhiri laju kenaikan.
Investor memperkirakan kenaikan suku bunga lanjutan 25 basis poin pada pertemuan BoE berikutnya pada 11 Mei. Namun banyak ekonom mengatakan bahwa bank sentral mungkin telah mencapai akhir dari siklus pengetatannya.
Gubernur BoE Andrew Bailey tidak memberikan komentar ketika ditanya mengenai kenaikan suku bunga. "Kami tidak tahu apakah ini akan menjadi puncaknya," katanya.
Bailey mengatakan bank sentral melihat tanda-tanda inflasi benar-benar mencapai puncaknya, namun masih terlalu tinggi sehingga BoE perlu menurunkan secara progresif dan kembali ke target. BoE, yang sedang mencoba untuk memulihkan prospek ekonomi dan meredakan kekhawatiran mengenai bank-bank global, mengulangi pesan yang disampaikannya bulan lalu yang menunjukkan bahwa menaikkan suku bunga bukanlah hal yang mendesak.
"MPC akan terus memantau indikasi-indikasi tekanan inflasi yang terus berlanjut, termasuk ketatnya kondisi pasar tenaga kerja dan perilaku pertumbuhan upah dan inflasi jasa," kata BoE.
Analis Goldman Sachs Asset Management, Gurpreet Gill, mengatakan pertumbuhan inflasi yang kuat di dalam negeri, yang biasanya disebabkan oleh kenaikan gaji, berada di balik kenaikan suku bunga ini.
"Namun kami terus melihat adanya jeda setelah hari ini mengingat adanya hambatan pada pertumbuhan dari pengetatan kebijakan masa lalu, ditambah dengan volatilitas pasar keuangan baru-baru ini," ucapnya.