REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan sebuah negara tidak bisa menyelesaikan agenda perubahan iklim secara individualistik atau sendirian karena perubahan iklim merupakan permasalahan publik secara global.
"Perubahan iklim merupakan pertaruhan publik global," kata Sri Mulyani dalam acara Munich Security Conference bertajuk "Power Shifts: Geopolitics of the Green Transation", yang dipantau secara daring di Jakarta, Sabtu (18/2/2023).
Untuk itu, negara-negara di dunia harus bisa bekerja sama dalam mengatasi perubahan iklim saat ini. Sri Mulyani mencontohkan salah satu negara yang terkendala dalam mengatasi perubahan iklim dan harus dibantu adalah negara-negara di bagian selatan dunia. Negara-negara tersebut memiliki kendala modal dan teknologi yang memberikan pilihan berbeda dan tidak ideal.
Saat ini negara-negara tersebut terus berdiskusi mengenai transisi energi, merancang peta jalan yang bisa dilakukan dengan melihat kondisi fiskal, politik, hingga keterjangkauan.
Energi terbarukan membutuhkan investasi yang berbeda. Panas bumi memiliki perbedaan, dimana terdapat risiko awal pada eksplorasi, hidro, serta lebih banyak pengeluaran modal investasi di muka.
Menurut dia, banyak negara di belahan dunia selatan tidak memiliki akses ke modal tersebut, agar mereka dapat memulai dengan energi terbarukan, di luar tenaga surya.
Oleh karenanya permasalahan tersebut menjadi sangat penting, apalagi jika melihat peta dunia, negara bagian selatan dunia saat ini menjadi negara yang paling berkembang dengan ukuran ekonomi yang akan tumbuh lebih besar.
"Banyak dari mereka sebenarnya mampu memiliki energi terbarukan sejak awal daripada masuk ke bahan bakar fosil lalu membersihkannya," tuturnya.