Kamis 26 Jan 2023 13:27 WIB

Produksi Minyak Sawit Lesu Sepanjang 2022, Ini Sebabnya

Cuaca ekstrem, lonjakan Covid, perang Ukraina-Rusia, harga minyak naik jadi faktornya

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja memindahkan buah sawit yang baru dipanen dari truk kecil ke truk yang lebih besar di perkebunan kelapa sawit di Deli Serdang, Sumatra Utara, Indonesia, 23 Mei 2022 (ilustrasi). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, capaian produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebesar 46,7 juta ton di 2022, terjadi penurunan 0,34 persen dari produksi 2021 lalu sebesar 46,8 juta ton.
Foto: EPA-EFE/DEDI SINUHAJI
Pekerja memindahkan buah sawit yang baru dipanen dari truk kecil ke truk yang lebih besar di perkebunan kelapa sawit di Deli Serdang, Sumatra Utara, Indonesia, 23 Mei 2022 (ilustrasi). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, capaian produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebesar 46,7 juta ton di 2022, terjadi penurunan 0,34 persen dari produksi 2021 lalu sebesar 46,8 juta ton.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, capaian produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebesar 46,7 juta ton di 2022, terjadi penurunan 0,34 persen dari produksi 2021 besar 46,8 juta ton.

Ketua Umum Gapki Joko Supriyono dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (25/1/2023), menuturkan, penurunan ini merupakan yang keempat secara berturut-turut sejak 2019 lalu. "Produksi cenderung terus turun atau stagnan sejak sawit diusahakan secara komersial di Indonesia," kata Joko.

Baca Juga

Ia memaparkan, penurunan produksi CPO 2022 itu terjadi karena sejumlah hal. Di antaranya cuaca cenderung ekstrem basah, lonjakan kasus Covid- 19 di bulan Februari, perang Ukraina-Rusia, harga minyak nabati dan minyak bumi yang sangat tinggi.

Kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit oleh pemerintah 28 April-23 Mei 2022 akibat lonjakan harga minyak goreng turut berpengaruh pada pelemahan ekspor. Selain itu, harga pupuk yang tinggi dan rendahnya pencapaian program peremajaan sawit rakyat (PSR) juga berimbas pada pelemahan produksi tandan buah segar (TBS) yang berdampak ke penurunan produksi CPO.

"Kejadian tidak biasa tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja industri sawit Indonesia baik dalam produksi, konsumsi, maupun ekspor," ujarnya.

Lebih lanjut, Joko menjelaskan, larangan ekspor tahun lalu menyebabkan buah tidak dipanen tidak hanya pada periode pelarangan tetapi juga beberapa bulan sesudahnya ketika stok masih sangat tinggi.

Adapun faktor cuaca ekstrem mengganggu aktivitas serangga penyerbuk dan kegiatan panen, pupuk yang mahal dan sulit diperoleh mengganggu kegiatan pemeliharaan tanaman. "Harga yang sangat tinggi juga menyebabkan penundaan replanting oleh banyak pekebun sehingga porsi tanaman tua yang produktivitasnya lebih rendah menjadi lebih banyak," kata dia.

Selain penurunan produksi, kinerja volume ekspor sawit di 2022 juga menyusut. Tercatat hanya sebesar 30,803 juta ton atau turun dari tahun 2021 sebesar 33,674 juta ton.

Namun meski mengalami penurunan volume, nilai ekspor sawit masih mencatatkan kenaikan. "Nilai ekspor 2022 mencapai 39,28 miliar dolar AS  lebih tinggi dari 2021 sebesar 35,5 miliar dolar AS. Ini terjadi karena memang harga produk sawit tahun 2022 relatif lebih tinggi dari harga tahun 2021," kata dia.

Tercatat ada sepuluh negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia berturut-turut adalah China, India, Amerika Serikat (AS), Pakistan, Malaysia, Belanda, Bangladesh, Mesir, Rusia, dan Italia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement