Ahad 15 Jan 2023 17:12 WIB

Tak Lagi Diecer dan Harus Beli Pakai KTP, Ini Saran Pengamat untuk Kebijakan Subsidi LPG

Pengamat menilai, rencana kebijakan pemerintah terkait subsidi LPG tidak efektif.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja menata tabung gas elpiji di salah satu agen di Rawasari, Jakarta, Senin (11/7/2022). Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menilai, rencana kebijakan pemerintah yang bakal melarang penjualan gas elpiji 3 kg di warung kecil hingga kewajiban menggunakan KTP bagi pembeli tak akan efektif dalam membenahi penyaluran bahan bakar subsidi tepat sasaran.
Foto: Prayogi/Republika.
Pekerja menata tabung gas elpiji di salah satu agen di Rawasari, Jakarta, Senin (11/7/2022). Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menilai, rencana kebijakan pemerintah yang bakal melarang penjualan gas elpiji 3 kg di warung kecil hingga kewajiban menggunakan KTP bagi pembeli tak akan efektif dalam membenahi penyaluran bahan bakar subsidi tepat sasaran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi menilai, rencana kebijakan pemerintah yang bakal melarang penjualan gas elpiji 3 kg di warung kecil hingga kewajiban menggunakan KTP bagi pembeli tak akan efektif dalam membenahi penyaluran bahan bakar subsidi tepat sasaran.

Fahmy mengatakan, semestinya, warung-warung eceran kecil yang selama ini telah menjajakan gas elpiji 3 kg tetap diperbolehkan untuk menjual. Sebab, keberadaan warung kecil juga membantu Pertamina menyalurkan gas elpiji ke tengah masyarakat.

Baca Juga

"Warung jangan dilarang menjual karena penghasilannya juga dari situ. Tapi, tetapkan dua harga jual. Subsidi dan nonsubsidi," kata Fahmy kepada Republika, Ahad (15/1/2023).

Lebih lanjut, untuk memudahkan penjualan tepat sasaran, warga kurang mampu dapat diberikan kode khusus yang dapat dipindai sehingga bisa memperoleh gas melon harga subsidi.

Adapun terkait data warga yang kurang mampu, Pertamina bisa menggunakan data Kementerian Sosial yang selama ini digunakan dalam menyalurkan bantuan sosial. Data tersebut, menurutnya sudah jauh lebih baik karena terus melalui pembaruan oleh Kemensos.

Fahmy menilai, seperti ada ego sektoral dari Pertamina yang tidak mau menggunakan data Kemensos. Hal itu dinilai bakal menyulitkan Pertamina dan pemerintah untuk merealisasikan subsidi tepat sasaran gas elpiji 3 Kg.

"Jadi tidak gunakan KTP. Kalau hanya menggunakan KTP apakah bisa diketahui dia itu yang berhak atau tidak? KTP tidak bisa menunjukkan itu," katanya.

Sebaliknya, penggunaan barcode dinilai lebih sederhana. Sebab saat ini sudah banyak toko kelontong yang bahkan menyediakan barcode untuk pembayaran. Penggunannya juga cukup melalui pemindaian yang membutuhkan waktu singkat.

Pihaknya sepakat, penyaluran gas elpiji 3 kg bersubsidi harus dilakukan secara tertutup agar diterima untuk kelompok masyarakat yang membutuhkan. Namun, pola distribusi tertutup harus dilakukan secara tepat agar tidak menimbulkan masalah baru.

Sebelumnya, Kementerian ESDM meminta Pertamina meningkatkan pengawasan di lapangan dari tingkat agen hingga pangkalan. Menurut Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, Menteri ESDM Arifin Tasrif telah mengirimkan surat terkait hal tersebut. "Kita sudah ada surat dari Menteri (ESDM) ke Pertamina untuk memperhatikan pengawasan itu sampai ke konsumen," ujar Tutuka melalui keterangan tertulis.

Tindak lanjut yang harus dilakukan Pertamina adalah menambah subpenyalur. Ke depan, tidak ada lagi pengecer karena masyarakat langsung membeli LPG 3 kg ke subpenyalur. Agar data konsumen akurat, nantinya akan digunakan sistem informasi, tidak ada lagi pencatatan secara manual.

"Pencatatannya menggunakan sistem informasi, tidak manual. Nah kalau dari sub penyalur itu bisa tepat sasaran, kita bisa mengatakan sistem itu lebih baik karena sampai langsung ke konsumen," kata Tutuka. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement