REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan insentif pada sektor perbankan, pasar modal, dan industri jasa keuangan nonbank terkait pembelian kendaraan listrik. Adapun kemudahan ini diberikan untuk mendukung percepatan ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri.
Direktur Humas OJK Darmansyah mengatakan insentif yang diberikan berupa relaksasi penilaian kualitas kredit terkait pembelian dan pengembangan industri hulu EV sampai dengan Rp 5 miliar, hingga penegasan penyediaan dana kepada debitur tujuan pembelian dan pengembangan kendaraan listrik.
“Insentif bidang perbankan berupa relaksasi perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dengan menurunkan bobot risiko kredit (ATMR) menjadi 50 persen bagi produksi dan konsumsi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dari semula 75 persen yang dikeluarkan sejak tahun 2020 dan telah diperpanjang hingga 31 Desember 2023,” ujarnya dalam keterangan tulis, Rabu (30/11/2022).
Dari sisi pasar modal, insentif dan inisiatif yang diberikan berupa diskon 25 persen pada pendaftaran green bond (surat utang untuk pembiayaan proyek berkelanjutan) dari pungutan semula, yang kemudian direspons oleh Bursa Efek Indonesia dengan memberikan diskon green bond sebesar 50 persen dari tarif biaya pencatatan.
“OJK menawarkan berbagai alternatif mekanisme pendanaan pasar modal untuk mendorong pertumbuhan industri KBLBB, misalnya untuk pendanaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) atau Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU),” ucapnya.
Dari sisi industri keuangan nonbank, OJK memberikan insentif dan inisiatif, antara lain penyaluran dana kepada nasabah dalam rangka produksi dan konsumsi EV, yaitu relaksasi bobot risiko Aset Yang Disesuaikan menjadi 50 persen. Ditambah lagi, debitur dengan tujuan pembelian dan pengembangan industri hulu EV seperti industri baterai, charging station, dan komponen dikategorikan sebagai pemenuhan ketentuan penerapan keuangan berkelanjutan sebagaimana diatur dalam POJK 51/2017.
Selain itu, industri keuangan nonbank berbasis syariah, antara lain mendapatkan insentif berupa penetapan tarif premi atau kontribusi dapat ditetapkan tarif yang lebih rendah dari batas bawah sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/SEOJK.05/201.
“Dalam menerapkan kebijakan relaksasi tersebut, OJK meminta agar Lembaga Jasa Keuangan (LJK) tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang baik,” ucapnya.