REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan hingga 2024. Adapun kebijakan ini dilakukan secara targeted dan sektoral untuk mengatasi dampak lanjutan pandemi Covid-19.
OJK menyebut saat ini ketidakpastian ekonomi global tetap tinggi, utamanya disebabkan normalisasi kebijakan ekonomi global oleh Bank Sentral AS The Fed, ketidakpastian kondisi geopolitik, serta laju inflasi yang tinggi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia tidak terhindarkan sebagaimana diperkirakan oleh berbagai lembaga internasional.
Dari sisi lain, pemulihan perekonomian nasional terus berlanjut seiring lebih terkendalinya pandemi dan normalisasi kegiatan ekonomi masyarakat. Sebagian besar sektor dan industri Indonesia telah kembali tumbuh kuat. Sekalipun demikian, berdasarkan analisis mendalam yang dilakukan OJK, dijumpai beberapa pengecualian akibat dampak berkepanjangan pandemi Covid-19 (scarring effect).
"Sehubungan dengan perkembangan tersebut dan menyikapi akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan pada Maret 2023, OJK mengambil kebijakan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan periode restrukturisasi kredit atau pembiayaan tambahan selama satu tahun hingga 31 Maret 2024," tulis OJK dalam keterangan resmi, Senin (28/11/2022).
Segmen yang dimaksud yakni segmen UMKM yang mencakup seluruh sektor. Sedangkan secara sektoral yaitu sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum. Selanjutnya, beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.
Adapun kebijakan tersebut dilakukan secara terintegrasi dan berlaku bagi perbankan dan perusahaan pembiayaan. Sementara itu, kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan yang ada dan bersifat menyeluruh dalam rangka pandemi Covid-19 masih berlaku sampai Maret 2023.
Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dan pelaku usaha yang masih membutuhkan kebijakan tersebut, dapat menggunakan kebijakan dimaksud sampai dengan Maret 2023 dan akan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian kredit atau pembiayaan antara LJK dengan debitur.
Ke depan OJK akan mencermati perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian nasional, termasuk fungsi intermediasi dan stabilitas sistem keuangan. Dalam kaitan itu, OJK tetap meminta LJK mempersiapkan penyangga atau buffer yang memadai untuk memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul.
OJK juga akan merespons secara proporsional perkembangan lebih lanjut dengan tetap mengedepankan stabilitas sistem keuangan serta menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.