REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus tertekan mendekati posisi Rp 15.600. Di pasar spot, mata uang garuda tersebut mengalami pelemahan menjadi Rp 15.580 per dolar AS, atau melemah 0,05 persen dibanding penutupan perdagangan kemarin.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan nilai tukar mata uang rupiah tetap melemah meski Bank Indonesia (BI) telah menaikkam suku bunga sebesar 50 bps menjadi 4,75 persen.
Ibrahim menjelaskan pelemahan rupiah terjadi seiring menguatnya indek dolar AS. "Dolar menjulang di atas mata uang utama karena imbal hasil Treasury AS 10-tahun naik menjadi 4,154 persen, level tertinggi sejak pertengahan 2008," kata Ibrahim dikutip Jumat (21/10/2022).
Selain itu, pasar tetap waspada terhadap tanda-tanda intervensi Bank of Japan (BoJ). Bulan lalu, Jepang melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk membeli yen pertama kalinya sejak 1998, dalam upaya menopang mata uang yang babak belur.
Angka inflasi yang menyengat minggu ini dari Inggris, Selandia Baru dan Kanada menunjukkan bank-bank sentral di seluruh dunia jauh dari menjinakkan inflasi yang tinggi selama beberapa dekade. Mereka bahkan mengorbankan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Ibrahim, perekonomian global saat ini diliputi kegelapan yang dipicu oleh adanya perang dagang AS dan China, konflik di Ukraina, hingga pandemi Covid-19. Kendati demikian, Ibrahim menilai Indonesia ke depannya masih mempunyai secercah harapan.
Ibrahim mengatakan, pelemahan rupiah saat ini masih relatif terbatas dan masih dalam angka under value. Artinya, kondisi saat ini lebih sangat dipengaruhi faktor sentimen.
Penguatan dolar yang terjadi saat ini, bukan hanya terjadi terhadap nilai tukar rupiah, tapi juga mata uang negara lainnya. Sehingga, menurut Ibrahim, pemerintah dan BI tidak usah panik dalam menyikapi pelemahan mata uang rupiah ini.
Ibrahim memperkirakan mata uang rupiah kemungkinan akan berfluktuatif pada hari ini. Rupiah berpotensi ditutup melemah di rentang Rp15.550 - Rp15.600.