REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menilai kenaikan harga BBM menjadi momentum yang tepat untuk membenahi angkutan umum, baik penumpang maupun barang sehingga sebaiknya tarif angkutan umum tidak perlu naik.
"Sebaiknya harga BBM bersubsidi untuk angkutan umum yang berbadan hukum tidak perlu naik," katanya dalam keterangan di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Menurut Djoko, momentum kenaikan harga BBM juga tepat untuk membenahi dan mempercepat seluruh angkutan umum bisa berbadan hukum, karena selama ini cukup banyak angkutan umum tidak berbadan hukum, baik penumpang maupun barang.
"Tentunya untuk angkutan barang yang sudah berbadan hukum dan tidak kelebihan dimensi dan muatan (over dimension dan over load/ODOL) yang dibolehkan memperoleh BBM bersubsidi," katanya.
Di bidang transportasi, pemerintah telah mengalokasikan bantalan sosial untuk menekan dampak kenaikan harga BBM, termasuk subsidi transportasi angkutan umum sebesar Rp 2,17 triliun, di mana pemda diminta untuk menyisihkan dana alokasi khusus (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) untuk subsidi di sektor transportasi dan perlindungan sosial tambahan. Sektor transportasi akan diberikan untuk bantuan angkutan umum, ojek online dan nelayan.
Namun, menurut Djoko, bantalan sosial itu akan jauh lebih bermanfaat diberikan kepada angkutan umum resmi berbadan hukum dibandingkan jika pemerintah memberikan bantalan sosial untuk angkutan daring (online). Terlebih, penyalurannya dilakukan melalui daerah yang riskan akan penyelewengan.
Ia juga menilai sangat ironis jika betul ada bantuan bagi ojek daring, sementara tidak ada bantuan untuk angkutan bus kota, angkutan perdesaan, AKDP, AKAP, mobil boks, dan pengemudi truk. "Kalau sopir truk yang membantu kelancaran arus barang mogok, distribusi barang bisa kacau. Namun, kalau pengemudi ojek daring mogok, distribusi barang dipastikan tetap akan berjalan," katanya.
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata itu juga menilai pendelegasian anggaran subsidi transportasi umum ke daerah sangat rawan penyelewengan, karena hingga kini tidak ada database driver (pengemudi) online. Bahkan hingga sekarang pemerintah tidak memiliki data jumlah driver online karena tidak diberikan oleh aplikator.
Djoko mengemukakan hingga tahun 2022 ini, angkutan umum penumpang makin berkurang. Begitu pula angkutan pedesaan, angkutan kota dan angkutan kota dalam provinsi (AKDP) kini cukup banyak yang hilang. Banyak kota sudah tidak memiliki angkutan perkotaan akibat tergerus dengan sepeda motor yang mudah dimiliki.
"Risikonya angka kecelakaan makin bertambah dan konsumsi BBM juga pasti bertambah. Belum lagi kemacetan dan polusi udara meningkat sejalan dengan bertambahnya kendaraan bermotor," katanya.
Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu fokus menata dan mengembangkan angkutan umum penumpang. Menurut dia, tanpa menaikkan harga BBM bersubsidi, penyaluran kepada operator angkutan umum amat dimungkinkan.
Saat ini, pengawasan penyaluran BBM bersubsidi untuk angkutan umum bisa dilakukan melalui aplikasi yang ditunjang dengan penataan operator. Djoko mengatakan hal ini bisa menjadi momentum untuk penataan angkutan umum sehingga seluruhnya berbadan hukum dan menjamin keselamatan dan keamanan pengguna.
"Pemerintah perlu memberikan subsidi untuk angkutan umum, baik angkutan penumpang maupun barang yang berbadan hukum. Subsidi angkutan barang diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan pengemudi yang selama ini kerap dilirik sebelah mata oleh pemerintah. Padahal, pengemudi angkutan barang menjadi ujung tombak kelancaran arus barang," katanya.
Baca juga : Tolak Kenaikan Harga BBM, Massa Buruh Mulai Datangi Gedung DPR