REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan menyebut, kebijakan subsidi dan kompensasi untuk menjaga daya beli masyarakat menjadi kunci dalam mengendalikan tingkat inflasi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, pemerintah dalam mengendalikan inflasi akan mengoptimalkan kebijakan kunci, terutama menjaga daya beli masyarakat melalui berbagai kebijakan subsidi, kompensasi dan perlindungan sosial.
“Tak hanya itu pemerintah akan terus menjaga menjaga keseimbangan antara suplai dan permintaan masyarakat melalui penguatan koordinasi dan kolaborasi Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID),” ujarnya, Selasa (2/8/2022).
Menurutnya, upaya-upaya tersebut sejalan dengan stabilitas harga domestik yang terus menjadi perhatian. Hal ini seiring tren inflasi yang meningkat pada Juli 2022 sebesar 4,94 persen (yoy) dari 4,35 persen (yoy) pada Juni 2022. Hal ini masih dipengaruhi kenaikan harga cabai dan bawang merah, bahan bakar rumah tangga nonsubsidi, serta tarif angkutan udara.
Secara bulan ke bulan, inflasi juga meningkat sebesar 0,64 persen dari Juni yang sebesar 0,61 persen. Namun secara keseluruhan tingkat inflasi Indonesia masih lebih rendah dibanding negara lain seperti Uni Eropa sebesar 8,9 persen.
Meski sedikit meningkat, inflasi inti masih terjaga pada level 2,86 persen (yoy) pada Juli yang mencerminkan komitmen Bank Indonesia dalam mengendalikan ekspektasi inflasi di Indonesia. Adapun pergerakan komponen inflasi inti baik jenis barang maupun jasa menunjukkan menguatnya pemulihan daya beli dan permintaan masyarakat.
Sementara itu inflasi harga yang diatur pemerintah atau administered prices pada Juli 2022 meningkat menjadi 6,51 persen dari realisasi Juni yang sebesar 5,33 persen.
“Masih tingginya harga energi dunia khususnya minyak mentah mendorong penyesuaian beberapa harga energi domestik seperti BBM dan LPG non-subsidi serta tarif listrik. Tekanan harga avtur dan pajak bandara juga masih mendorong kenaikan tarif angkutan udara,” ucapnya.
Kemudian inflasi harga pangan bergejolak atau volatile food kembali meningkat sebesar 11,47 persen dibanding realisasi Juni 10,07 persen. Hal ini karena gangguan suplai domestik pada produk hortikultura seperti cabai merah, cabai rawit serta bawang merah akibat kondisi cuaca.
Dari sisi lain, harga daging ayam menurun akibat melimpahnya stok setelah Idul Adha serta harga minyak goreng yang mengalami deflasi seiring melandainya harga produk sawit. Febrio menegaskan pemerintah akan terus melaksanakan kebijakan intervensi harga pangan, penguatan stok serta operasi pasar untuk menghadapi kenaikan harga pangan.
“Dukungan fasilitas distribusi turut dilakukan berbagai pemerintah daerah untuk menekan harga cabai dan bawang yang masih tinggi,” ucapnya.
Menurutnya, faktor musiman terkait kondisi cuaca umumnya bersifat temporer sehingga harga pangan diperkirakan semakin stabil seiring membaiknya kondisi cuaca. Apalagi pergerakan harga komoditas hortikultura pun sudah menunjukkan tren melandai dalam dua minggu terakhir bulan Juli, sehingga diperkirakan laju inflasi akhir tahun masih relatif moderat.
“Akan relatif moderat meskipun cenderung berada pada batas atas sasaran inflasi pemerintah,” ucapnya.