Senin 16 May 2022 23:50 WIB

Dua Pekan Berlalu, Bulog Belum Terima Penugasan Distribusi Migor Curah

Bulog diminta mendistribusikan migor curah dari eksportir CPO yang tak punya jaringan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Seorang pria membawa dua jeriken minyak goreng curah yang baru dibelinya di pasar tradisional. Penugasan pendistribusian minyak goreng curah bersubsidi kepada Bulog di tengah larangan ekspor minyak sawit (CPO) tak kunjung turun. Padahal, masa larangan ekspor CPO telah dimulai sejak lebih dari dua pekan yang lalu.
Foto: ANTARA/Kornelis Kaha
Seorang pria membawa dua jeriken minyak goreng curah yang baru dibelinya di pasar tradisional. Penugasan pendistribusian minyak goreng curah bersubsidi kepada Bulog di tengah larangan ekspor minyak sawit (CPO) tak kunjung turun. Padahal, masa larangan ekspor CPO telah dimulai sejak lebih dari dua pekan yang lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penugasan pendistribusian minyak goreng curah bersubsidi kepada Bulog di tengah larangan ekspor minyak sawit (CPO) tak kunjung turun. Padahal, masa larangan ekspor CPO telah dimulai sejak lebih dari dua pekan yang lalu.

"Kalau penugasan belum ada," kata Direktur Bisnis Bulog, Febby Novita kepada Republika.co.id, Senin (16/5/2022).

Baca Juga

Penugasan pendistribusian minyak goreng curah bersubsidi kepada Bulog dipilih pemerintah untuk membantu para eksportir CPO terdampak larangan ekspor yang tak punya jaringan distribusi domestik.

Adapun, harga minyak goreng bersubsidi dipatok sebesar Rp 14 ribu per liter atau setara Rp 15.500 per kg. Harga itu berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.  Minyak goreng murah ini tentunya amat diharapkan masyarakat agar mudah diakses di tengah harga minyak goreng yang masih tinggi.

Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok, Kemendag, mencatat, rata-rata harga minyak goreng curah per 13 Mei 2022, sebesar Rp 17.300 per kg atau masih jauh dari harga yang diharapkan pemerintah.

Sementara, harga minyak goreng kemasan premium makin melambung hingga Rp 26.300 per kg. Begitu pula dengan minyak goreng kemasan sederhana yang dihargai Rp 23.800 per kg. 

Sekretaris Perusahaan Bulog, Awaluddin Iqbal, menambahkan, secara teknis, Bulog siap melakukan penugasan pendistribusian itu. Namun, hingga kini belum ada penugasan secara resmi dari pemerintah.

Soal sasaran pendistribusian minyak goreng bersubsidi itu, Awalludin tak bisa menjelaskan. "Saya tidak bisa berandai-andai, karena Bulog hanya sebagai operator. Tapi kalau ditanya siap, ya kita siap," katanya.

Awaluddin mengatakan, kebijakan mengenai penugasan kepada Bulog dirumuskan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian bersama Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian BUMN.

Dalam konferensi pers, 26 April 2022 lalu, Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto mengumumkan selama masa larangan ekspor, pemerintah akan menugaskan Bulog sebagai distributor minyak goreng ke masyarakat di pasar tradisional.

Terutama, untuk eksportir yang tidak memiliki jaringan distribusi dalam negeri. "Jadi, kepada produsen yang biasanya ekspor, tidak ada jaringan distribusi diberikan penugasan kepada Bulog untuk melakukan distribusi," katanya.

Deputi Kemenko Perekonomian Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Musdalifah Mahmud, tidak menjawab pertanyaan Republika mengenai tindak lanjut tersebut.

Sementara penugasan pendistribusian Bulog tak kunjung turun, para perusahaan pabrikan CPO mulai meminta pemerintah untuk mencabut larangan ekspor. Pasalnya, tangki penyimpanan minyak sawit mulai penuh dan akan berdampak pada berhentinya aktivitas pembelian TBS dari petani.

Sekretaris Jenderal Gapki, Eddy Martono, menyampaikan, tangki-tangki di beberapa perusahaan perkebunan sudah mulai akan penuh hingga pertengahan bulan.

Rata-rata kapasitas tangki CPO di kebun  5 juta ton per bulan. Adapun, produksi CPO per bulan mencapai sekitar 3,5 juta ton.

"Kemungkinan akhir bulan ini (Mei) lebih dari 50 persen tangki pabrik sudah penuh, kalau terjadi demikian maka operasional berhenti dan kebun akan stop panen," kata Eddy.

Eddy mengatakan, saat ini juga terdapat indikasi perusahaan perkebunan mulai kesulitan menjual CPO. Itu terlihat banyaknya tender pada pekan lalu yang tidak terjual.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement