REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) akan menjadi penyerap guncangan perekonomian atau shock absorber. Hal ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perang di Ukraina juga telah meningkatkan harga-harga komoditas termasuk harga pangan dan energi.
"Artinya shock dari luar ini yang mengelola APBN agar daya beli masyarakat yang belum pulih dapat kita jaga. Tapi trade off dari menjaga daya beli masyarakat, beban APBN akan melonjak sangat besar dari sisi subsidi BBM," ujarnya saat acara Business Talk, Selasa (10/5/2022).
Menurutnya pemerintah akan berusaha agar masyarakat tidak terdampak kenaikan komoditas energi internasional dengan menjaga stabilitas harga listrik dan bahan bakar minyak (BBM) yang dikonsumsi oleh masyarakat. Sebab kenaikan harga energi tersebut dapat menekan konsumsi rumah tangga yang pada kuartal I 2022 baru tumbuh 4,34 persen year on year atau belum sesuai dengan harapan pemerintah.
"Jadi agar konsumsi tumbuh di atas lima persen year on year, daya beli masyarakat harus kita jaga," katanya.
Selain menjaga daya beli masyarakat, lanjut Sri Mulyani, untuk memastikan pemulihan ekonomi berlanjut pemerintah akan mendorong agar investasi tumbuh lebih tinggi, baik yang dilakukan dengan dana dari perusahaan sendiri maupun dari kredit perbankan.
Ke depan Sri Mulyani berharap penyaluran kredit perbankan dapat tumbuh lebih tinggi dari capaian kuartal I 2022 yang sebesar 6,67 persen year on year. "Dunia usaha lebih optimis, lebih berani, melihat masyarakat melakukan mobilitas dan melakukan konsumsi secara baik dengan daya beli yang terjaga," ucapnya.