REPUBLIKA.CO.ID, BENGALURU -- Harga minyak jatuh pada akhir perdagangan Kamis (10/3/2022) atau Jumat (11/3/2022) pagi WIB), setelah sesi yang bergejolak sehari setelah penurunan harian terbesar dalam dua tahun. Penurunan harga ini karena Rusia berjanji untuk memenuhi kewajiban kontrak dan beberapa pedagang mengatakan kekhawatiran gangguan pasokan sudah berlebihan.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei jatuh 1,81 dolar AS atau 1,6 persen, menjadi menetap di 109,33 dolar AS per barel, setelah naik sebanyak 6,5 persen di awal sesi. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April merosot 2,68 dolar AS atau 2,5 persen, menjadi ditutup di 106,02 dolar AS per barel, menyerahkan lebih dari 5,7 persen dari kenaikan intraday.
Sejak invasi Rusia 24 Februari ke Ukraina, pasar minyak menjadi yang paling bergejolak dalam dua tahun. Pada Rabu (9/3/2022) patokan global minyak mentah Brent membukukan penurunan harian terbesar sejak April 2020. Dua hari sebelumnya, mencapai level tertinggi 14 tahun di lebih dari 139 dolar AS per barel.
"Saya pikir beberapa 'kegelisahan perang' akan keluar dari pasar," kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York.
"Kami menolak 130 dolar AS dua kali minggu ini. Orang-orang mulai bertanya apakah ada terlalu banyak masalah pasokan. Masih banyak pasokan Rusia," katanya.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dalam sebuah pertemuan bahwa negara itu, produsen energi utama yang memasok sepertiga gas Eropa dan 7,0 persen minyak global, akan terus memenuhi kewajiban kontraktualnya pada pasokan energi. Namun, minyak dari pengekspor minyak mentah terbesar kedua di dunia itu sedang dijauhi karena invasinya ke Ukraina, dan banyak yang tidak yakin dari mana pasokan pengganti akan datang.
Komentar dari pejabat Uni Emirat Arab (UEA) mengirimkan sinyal yang bertentangan, menambah volatilitas. Pada Rabu (9/3/2022), Brent merosot 13 persen setelah duta besar UEA untuk Washington mengatakan negaranya akan mendorong Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak untuk mempertimbangkan produksi yang lebih tinggi.
Menteri Energi UEA Suhail al-Mazrouei menarik kembali pernyataan duta besar dan mengatakan anggota OPEC berkomitmen pada perjanjian yang ada dengan kelompok itu untuk meningkatkan produksi hanya 400.000 barel per hari (bph) setiap bulan.
Sementara UEA dan Arab Saudi memiliki kapasitas cadangan, beberapa produsen lain dalam aliansi OPEC+ sedang berjuang untuk memenuhi target produksi karena kurangnya investasi infrastruktur dalam beberapa tahun terakhir. Amerika Serikat membuat langkah-langkah untuk melonggarkan sanksi terhadap minyak Venezuela dan upaya untuk menyegel kesepakatan nuklir dengan Teheran, yang dapat menyebabkan peningkatan pasokan minyak.
Pasar juga mengantisipasi rilis stok lebih lanjut yang dikoordinasikan oleh Badan Energi Internasional dan pertumbuhan produksi AS."Dengan niat baik, koordinasi dan keberuntungan, guncangan pasokan dapat sangat dikurangi tetapi mungkin tidak dinetralisir," kata analis pasar minyak PVM Tamas Varga.
Baca juga :Facebook Izinkan Konten Serukan Kekerasan terhadap Rusia
Namun, para pedagang menolak untuk menyebut reli minyak berakhir. Beberapa mengatakan kemerosotan baru-baru ini bisa jadi sebagian karena profit taking, mencatat minyak tetap naik lebih dari 15 persen sejak invasi Ukraina.
"Kami mungkin akan memiliki lebih banyak spekulasi dan beberapa orang yang ingin menjual untuk mengambil keuntungan, tetapi kami baru saja berada di wilayah baru di sini," kata Thomas Saal, wakil presiden senior untuk energi di StoneX Financial Inc.
"Polanya belum terlihat seperti kita berada di puncak. Saat kita berpikir seperti itu, pasar menemukan energi baru untuk naik lebih tinggi," katanya.