Jumat 18 Feb 2022 19:28 WIB

Perbaikan Data Kunci Tata Kelola Pupuk Bersubsidi

Lemahnya pengawasan juga jadi alasan di balik persoalan pupuk subsidi.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Pupuk subsidi. Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan perlunya pembenahan tata kelola pupuk bersubsidi melalui perbaikan data dan peningkatan pengawasan dari tingkat distributor ke masyarakat.
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Pupuk subsidi. Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan perlunya pembenahan tata kelola pupuk bersubsidi melalui perbaikan data dan peningkatan pengawasan dari tingkat distributor ke masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan perlunya pembenahan tata kelola pupuk bersubsidi melalui perbaikan data dan peningkatan pengawasan dari tingkat distributor ke masyarakat. Politisi Golkar itu menyampaikan pupuk bersubsidi sudah mengalami persoalan mendasar sejak awal salam sistem rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK). 

Kata Firman, e-RDKK tidak akurat lantaran beban kerja yang berat dilakukan petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). "PPL satu orang kerjanya bisa mencakup lima desa bahkan satu kecamatan dan tidak ada anggaran atau insentif apa pun," ujar Firman kepada Republika.co.id, Jumat (18/2/2022).

Baca Juga

Dengan demikian, ungkap Firman, basis data dalam e-RDKK menjadi persoalan mendasar yang harus segera dibenahi mengingat masih terdapat orang meninggal, pindah rumah, atau alih profesi masih tercantum dalam sistem tersebut.

"Kelangkaan yang terjadi ya karena ada simpang siur data yang tidak valid," ucap Firman.

Firman menyebut kebutuhan pupuk bersubsidi yang diusulkan petani dalam RDKK dengan kebijakan pusat tentang alokasi dana anggaran tidak berimbang.

"Sampai kapanpun itu sulit karena tidak pernah mencukupi," ungkap Firman.

Hal ini tak lepas dari pemahaman bahwa pupuk bersubsidi dapat diberikan kepada seluruh tanamanan pangan dan tidak ada batasan luas lahan. Padahal, ucap Firman, tidak semua petani tanaman pangan berhak memperoleh pupuk bersubsidi dan dibatasi dengan maksimal dua hektare.

"Faktanya, petani lahan lebih dua hektare untuk tanaman apa pun ikut daftar di e-RDKK," lanjut Firman.

Firman juga menilai lemahnya fungsi pengawasan juga menjadi alasan di balik permasalahan distribusi pupuk bersubsidi, terutama di lini tiga atau tingkat distributor ke bawah atau hingga sampai ke petani. Firman meminta ada tim pengawas independen yang bertugas khusus mengawasi proses pendistribusian pupuk bersubsidi. Firman menyebut pengawasan oleh Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) yang dipimpin sekretaris daerah (sekda) sangat lemah dan rawan kemungkinan konflik kepentingan.

"Sementara mekanisme produsen sudah benar, mendistribusikan sampai ke lini tiga. Yang perlu ditata dari lini tiga ke bawah. Dari data hingga kartu tani juga berkontribusi terhadap kacau balaunya distribusi pupuk," kata Firman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement