REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan Indonesia harus mampu memanfaatkan momentum perkembangan disrupsi digital.
Erick mengatakan dunia saat ini tengah menghadapi gelombang kedua disrupsi digital. Berbeda dengan gelombang pertama disrupsi digital yang hanya terjadi pada sektor retail, makanan dam minuman, serta transportasi, Erick menyebut sektor industri dalam gelombang kedua disrupsi digital jauh lebih banyak, seperti keuangan, kesehatan, asuransi, pendidikan, hingga media, yang beberapa di antaranya sudah mulai terjadi.
"Pendemi mempercepat terjadinya disrupsi digital. Bisa kita lihat dampak dari pandemi tak hanya pada sektor kesehatan dan ekonomi, tapi disrupsi digital benar-benar sudah terjadi," ujar Erick dalam Konvensi Nasional Media Massa di Jakarta, Senin (7/2/2022).
Erick menyampaikan potensi ekonomi digital Indonesia sangat besar dan diperkirakan akan terus bertumbuh hingga Rp 1.736 triliun pada 2025 atau tumbuh signifikan dibandingkan 2015 yang sebesar Rp 112 triliun, 2019 yang sebesar Rp 560 triliun, dan 2020 yang sebesar Rp 616 triliun.
Erick menyampaikan kontribusi terbesar pada ekonomi digital Indonesia berasal dari sektor e-commerce, transportasi dan makanan, agen perjalanan daring, dan media daring.
Erick juga telah menugaskan BUMN melakukan sejumlah inisiatif dalam mengembangkan ekosistem digital Indonesia.
"Di sektor infrastruktur, ada Telkom Grup yang membangun data center, komputasi awan, jaringan fiber optic, dan G5," ucap Erick.
Selain itu, ungkap Erick, BUMN juga telah membentuk Merah Putih Fund yang memberikan dukungan pendanaan bagi startup atau perusahaan rintisan yang memiliki founder orang Indonesia, beroperasi di Indonesia, dan akan go publik di Indonesia.
"Telkomsel nanti akan menjadi agregator. Digico dari Telkomsel untuk pengembangan platform digital, Telkomsel sebagai enabler bagi kreator konten lokal," kata Erick.