REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyampaikan total nilai kerugian konsumen sejak Januari hingga penghujung 2021 sudah tembus hingga Rp 2,45 triliun. Nilai kerugian tersebut meningkat dari tahun lalu sebesar Rp 493 miliar.
Nilai kerugian itu bersumber dari 3.211 pengaduan konsumen sepanjang 2021. Jumlah pengaduan itu meningkat dibandingkan dengan tahun 2020 sebanyak 1.372 pengaduan.
Wakil Ketua Komisi Advokasi BPKN, Andi Muhammad Rusdi, menyampaikan, pengaduan dari sektor jasa keuangan menjadi yang paling banyak diterima pada 2021 yang mencapai 2.152 pengaduan. Jumlah itu bertambah dari tahun lalu yang hanya 226 pengaduan.
Ia menjelaskan, tingginya pengaduan di sektor jasa keuangan dikarenakan subsektor asuransi yang masuk di tahun ini. "Subsektor asuransi punya kerugian terbesar, yakni sekitar Rp 2 triliun," kata Andi dalam Year in Review BPKN, Senin (20/12).
Ia menjelaskan, laporan di subsektor asuransi mencakup penolakan klaim asuransi, asuransi pailit, dan gagal bayar. Adapun aduan lain dari sektor jasa keuangan yakni terkait leasing yang mencakup masalah terkait penarikan kendaraan, restrukturisasi, dan penagihan oleh debt collector.
BPKN juga mencatat pengaduan dari subsektor perbankan yang meliputi masalah tunggakan angsuran akibat pandemi, pemakaian kartu kredit oleh orang lain, dan dana nasabah yang hilang. "Dari subsektor investasi masalah yang banyak dilaporkan adalah ingkar janji perushaaan investasi dan terkait pinjaman online paling banyak soal cara penagihan dan bunga pinjaman yang tinggi,” paparnya.
Setelah sektor jasa keuangan, Andi mengungkapkan pengaduan yang paling banyak diterima BPK yakni berasal dari sekto e-commerce. Tahun 2021, total pengaduan dari sektor ini mencapai 491 aduan yang naik dari tahun lalu sebesar 315 pengaduan.
Sementara itu, untuk aduan di sektor perumahan turun dari 524 pengaduan menjadi 247 pengaduan pada 2021 serta laporan dari sektor jasa telekomunikasi berkurang dari 78 pengaduan pada 2020 menjadi 71 pengaduan pada 71.