REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan direktur jenderal pajak Hadi Poernomo menyebut penerapan identitas tunggal atau single identity number (SIN) pajak dapat mendorong transparansi dalam penerimaan pajak. Otoritas perpajakan dinilai dapat terbantu dengan penerapan SIN pajak tersebut karena sistem ini dapat memetakan dan merekam data yang dimiliki oleh wajib pajak.
"SIN Pajak menjadi perwujudan digitalisasi transparansi akan bekerja melakukan audit secara elektronik (e-audit) dengan konsep link and match," kata Hadi dalam webinar di Jakarta, Selasa (14/12).
Menurut dia, SIN pajak juga membuat wajib pajak akan berpikir ulang untuk melakukan sebuah perolehan harta secara ilegal. Hal ini karena tidak ada harta yang dapat disembunyikan melalui adanya SIN pajak.
"Dengan SIN pajak, pada awalnya wajib pajak akan dipaksa untuk jujur, namun keterpaksaan tersebut lambat laun diyakini akan berubah menjadi sebuah budaya jujur," katanya.
Ia juga memastikan SIN pajak dapat memetakan sumber uang atau harta, baik dari sumber legal maupun ilegal, yang dapat menjadi pintu masuk dari tindak pidana korupsi. "SIN Pajak akan bekerja seolah-olah CCTV yang akan mengawasi seluruh transaksi keuangan sehingga menciptakan digitalisasi transparansi," kata dirjen pajak periode 2001-2006 tersebut.
SIN pajak yang diusulkan Hadi merupakan sistem data pajak yang terintegrasi dengan layanan e-audit untuk memudahkan otoritas perpajakan dalam memetakan potensi sektor pajak. Dalam konsep SIN Pajak, keterbukaan data dari sektor konsumsi, investasi dan tabungan yang terhubung dengan sistem perpajakan milik institusi pajak sangat penting.
Salah satu alasannya adalah aliran uang atau harta yang berasal dari sumber legal maupun ilegal milik wajib pajak selalu digunakan melalui tiga sektor tersebut. Namun, meski SIN Pajak mempunyai landasan kuat untuk diterapkan secara regulasi pada UU Perpajakan, ide ini belum bisa terlaksana di tataran teknis karena berbagai hal.