REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Biaya logistik diketahui berkontribusi besar dalam pembentukan harga pangan impor yang masuk ke Indonesia. Tingginya peran biaya logistik itu bahkan melebihi dari besaran tarif impor komoditas pangan.
"Biaya logistik ini merupakan (hambatan) non tarif yang berperan 41 persen dari total biaya pangan impor. Padahal, tarif impor (pangan) hanya 6,39 persen," kata Direktur Utama PT Berdikari Logistik Indonesia Iman Gandi dalam sebuah diskusi di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rabu (24/11).
Ia mengatakan, biaya logistik dalam perdagangan pangan perlu mendapatkan solusi agar ke depan harga pangan impor dapat lebih efisien. Khususnya, untuk bahan pangan yang memang dari dalam negeri mengalami kekurangan produksi.
Sebelumnaya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meluncurkan Badan Logistik dan Rantai Pasok untuk membantu efisiensi distribusi pangan. Keberadaan badan itu yang digawangi oleh para pengusaha diharapkan bisa memberikan kontribusi konkret terhadap masalah logistik yang membuat harga produk menjadi mahal.
Iman pun menilai, langkah itu bisa menjadi salah satu solusi dalam menyikapi kontribusi biaya logistik yang tinggi khususnya dalam pangan impor.
Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian mengungkapkan sejumlah masalah di sektor pangan yang membuat tingginya kesenjangan harga di tingkat produsen dan konsumen bersumber dari sistem rantai pasok yang panjang hingga keberadaan sentra komoditas yang tidak menyebar.
"Rantai pasok sangat panjang dari produsen ke pengguna, kita juga melihat kondisi harga di produsen dan kemana saja itu didistribusikan tidak terbuka dengan jelas semuanya," kata Kepala Pusat Distribusi dan Akses Pangan BKP Kementan, Risfaheri.
Lebih lanjut, ia mengatakan sentra komoditas, khususnya bahan pokok yang saat ini sudah dipenuhi dari produksi dalam negeri tidak merata tersedia di setiap provinsi. Di saat bersamaa, waktu panen komoditas pangan juga tidak serentak antar sentra.
Situasi itu membuat adanya perbedaan harga yang tinggi antar wilayah. Sejauh ini, Kementan mengatasi kendala itu dengan membantu pendistribusian pangan antar daerah. Namun lantaran biaya logistik yang cukup besar volume pendistribusian tidak dapat dilakukan secara besar-besaran oleh Kementan.
"Kita juga melihat konektivitas (antar wilayah) kita belum memadai. Misal ketersediaan kapal laut, dari jumlah jadwal dan tarif itu tidak pasti," ujar Risfaheri
Menurut Risfaheri, sumber masalah dari ketimpangan harga pangan antar wilayah dari belum adanya jasa logistik di Indonesia yang terintegrasi dan memadai. Pihaknya meyakini dengan kesiapan logistik yang lebih mapan harga pangan dalam negeri dapat menurun karena komponen biaya yang lebih kecil.
"Dengan adanya jasa logistik yang terintegrasi dan biaya murah kami yakin masalah harga pangan ini bisa terselesaikan," ujar dia.