Selasa 21 Sep 2021 09:38 WIB

IHT Keberatan dengan Rencana Kenaikan Kembali Tarif Cukai

IHT diharapkan tetap bisa mendukung pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja

Petani menjemur tembakau jenis kasturi di Lapangan Pakusari, Jember, Jawa Timur, Sabtu (11/9/2021). Sejumlah petani tembakau meminta pemerintah tidak menaikkan cukai pada 2022 dan memberikan relaksasi kepada industri hasil tembakau (IHT) karena pandemi Covid-19 dan mengancam mata pencaharian tenaga kerja di dalam rantai IHT.
Foto: Antara/Seno
Petani menjemur tembakau jenis kasturi di Lapangan Pakusari, Jember, Jawa Timur, Sabtu (11/9/2021). Sejumlah petani tembakau meminta pemerintah tidak menaikkan cukai pada 2022 dan memberikan relaksasi kepada industri hasil tembakau (IHT) karena pandemi Covid-19 dan mengancam mata pencaharian tenaga kerja di dalam rantai IHT.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dampak pandemi Covid-19 dirasakan oleh hampir seluruh sektor produksi, tak terkecuali industri hasil tembakau (IHT). Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi mengatakan beban yang harus ditanggung IHT bahkan kian bertambah dengan adanya kenaikan tarif cukai rokok.

Pada 2020, pemerintah menaikkan harga jual eceran dan cukainya masing-masing 23 persen dan 35 persen. Kenaikan yang dinilai Benny sangat tinggi. Kebijakan menaikkan tarif cukai kembali dikeluarkan pemerintah pada 2021 dengan besaran di atas 12,5 persen.

"Kenaikan ini tentu sangat berat karena di tengah-tengah situasi pandemi Covid-19, tatkala situasi sangat tidak menguntungkan bagi IHT," kata Benny dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/9).

Benny mengatakan selama ini IHT selalu ikut dan patuh pada setiap kebijakan pemerintah. Namun pada 2020 dan 2021 kondisi IHT sangat terpukul dikarenakan krisis ekonomi akibat pendemi dan kenaikan tarif cukai yang dilakukan berturut-turut setiap tahun. "Akibatnya, volume produksi dan penjualannya merosot rata rata di angka 9 sampai 17,5 persen," ujar dia menyebutkan. 

Melihat kondisi itu, Benny khawatir bila pemerintah kembali menaikkan tarif cukai pada tahun depan. Ia memastikan kenaikan itu akan kembali memukul volume produksi IHT. "Hal ini akan semakin memberatkan IHT dan bisa berpengaruh terhadap pengurangan tenaga kerja," katanya mengingatkan. 

Bila sektor IHT terpukul maka tak tertutup kemungkinan imbasnya akan dirasakan pula oleh perekonomian nasional.  Padahal tahun depan, kata Benny, pemerintah berusaha menggenjot pertumbuhan ekonomi setelah 2020 dan 2021 mengalami penurunan akibat pendemi. 

Karena itu pula, Benny meminta pemerintah untuk membatalkan rencana kenaikan cukai rokok tahun depan. Ia berharap IHT tetap bisa mendukung program pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi. "Kami memohon kepada pemerintah untuk tidak ada kenaikkan cukai pada tahun 2022," ujarnya.

Sementara Ketua Umum Pengurus Daerah Federasi Serkat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM SPSI) Jawa Timur, Purnomo, menyoroti rencana perubahan Peraturan Pemerintah (PP) No 109 tahun 2012 dan simplifikasi tier cukai rokok. Ia meminta pemerintah tidak melakukan simplifikasi. "Kalau simplifikasi tier cukai dapat mematikan pabrik-pabrik rokok kecil sekaligus mematikan nasib buruhnya," ujar dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement