REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit sektor perbankan. Hal ini mengingat kondisi pandemi yang masih belum usai.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, adanya pembatasan mobilitas masyarakat akibat meningkatnya angka yang terpapar Covid-19 bisa menyebabkan upaya pemulihan ekonomi yang dijalankan pemerintah terhambat. Oleh karena itu, OJK melihat adanya potensi untuk melakukan perpanjangan lanjutan restrukturisasi kredit sektor perbankan.
Restrukturisasi kredit perbankan selama ini sudah diatur dalam POJK Nomor 48/POJK.03/2020 dan restrukturisasi pembiayaan di Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank berdasarkan Peraturan OJK Nomor 58/POJK.05/2020. "Keputusan resmi OJK akan dikeluarkan paling lambat akhir Agustus 2021," ujar Wimboh dalam keterangan resmi seperti dikutip Sabtu (31/7).
Dari sisi lain, OJK juga melihat penurunan mobilitas akibat pemberlakuan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Tercatat pasar keuangan domestik pun dilaporkan terpantau stabil.
IHSG menguat ke level 6,102 atau tumbuh 1,9 persen (mtd) dengan aliran dana nonresiden tercatat masuk sebesar Rp 2,02 triliun per 23 Juli 2021. Pasar SBN juga menguat dengan rata-rata kupon (yield) SBN turun 13,5 basis poin seluruh tenor.
Pada Juni 2021, kredit perbankan memperlihatkan peningkatan sebesar Rp 67,39 triliun atau bertumbuh sebesar 0,69 persen year on year (yoy). Hal ini menandai lanjutan tren perbaikan dalam empat bulan terakhir, seiring kehadiran berbagai stimulus pemerintah, OJK, dan otoritas terkait lain.
Dana pihak ketiga (DPK) kembali mencatatkan pertumbuhan dua digit sebesar 11,28 persen (yoy). Dari sisi suku bunga, transmisi kebijakan penurunan suku bunga telah diteruskan pada penurunan suku bunga kredit ke level yang cukup kompetitif.
Adapun sektor asuransi mencatat perhimpunan premi pada Juni lalu sebesar Rp 31,0 triliun dengan rincian asuransi jiwa sebesar Rp 21,1 triliun, serta asuransi umum dan reasuransi sebesar Rp 9,9 triliun. Selanjutnya, fintech P2P lending pada periode yang sama mencatat pertumbuhan baki debet pembiayaan signifikan menjadi Rp 23,38 triliun. Di sisi lain, piutang perusahaan pembiayaan masih terkontraksi dan mencatat pertumbuhan negatif sebesar 11 persen (yoy) pada Juni 2021.
Kemudian profil risiko perbankan masih relatif terjaga dengan rasio kredit bermasalah atau NPL gross tercatat sebesar 3,24 persen (NPL net 1,06 persen). Likuiditas industri perbankan sampai saat ini masih berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per Juni 2021 terpantau di atas ambang batas.
Permodalan lembaga jasa keuangan juga masih pada level yang memadai. Rasio kecukupan modal atau CAR industri perbankan tercatat sebesar 24,33 persen, jauh di atas ambang batas.